Awali Hidup Ini Dengan Membaca Basmallah
Semoga Amal Ibadah Kita Diterima Allah S.W.T .....Amien...

link

Kamis, 27 Desember 2012

Jenis dan Macam-Macam Jin


Jenis dan Macam-Macam Jin 


Dari beberapa ayat Alquran, para ulama memahami bahwa jin memiliki kelompok-kelompok, bahkan masyarakat jin itu tidak ubahnya seperti masyarakat manusia.  Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai jamaah/kelompok jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya, melainkan dengan kekuatan." (Ar-Rahman: 33). 

Kata jamaah/kelompok yang ditujukan kepada jin dan manusia menunjukkan bahwa antara masing-masing jenis itu --manusia dan jin-- terdapat ikatan yang menyatukan anggota-anggotanya. Ini juga sejalan dengan petunjuk dalam Alquran surah Al-A'raf: 38 yang menyifati, baik manusia maupun jin, dengan kata umum (jamak: umat), yakni sekelompok makhluk yang memiliki ikatan karena adanya persamaan-persamaan tertentu. 

Selanjutnya, banyak ulama menegaskan bahwa jin, sebagaimana semua makhluk ciptaan Allah, terdiri dari dua jenis kelamin: laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan hakikat yang ditegaskan oleh Allah antara lain dalam surah Yasin: 36, "Maha suci (Tuhan) yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." Disebutkan di dalam surah Al-Jin: 6, "Ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin …." 

Selain keterangan dari Alquran, juga disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan melalui sahabat Anas bin Malik r.a. yang berkata bahwa Nabi saw. apa bila masuk ke toilet membaca, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan jin laki-laki dan jin perempuan." 

Karena bangsa jin itu berjenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, maka mereka pun berhubungan seks. Jumlah jin juga sangat banyak, "Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam banyak dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) danmrk mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah)." (Al-A'raf: 179).
Sahabat Nabi saw., Abu Hurairah r.a., menceritakan bahwa ia ditugaskan oleh Rasulullah saw. menjaga zakat pada bulan Ramadan. Pada suatu malam ia kedatangan seorang yang merangkak untuk mengambil makanan. Abu Hurairah menangkapnya sambil berkata, "Demi Allah, engkau pasti kubawa kepada Rasulullah saw." Yang ditangkap itu berkata, "Aku perlu dan aku mempunyai anak-anak (keluarga)." Maka, Abu Hurairah melepaskannya. Peristiwa serupa terulang, dan pada malam ketiganya Abu Hurairah berkeras membawanya kepada Rasulullah saw. Yang ditangkap itu mengimbau sambil mengajarkan kepada Abu Hurairah agar membaca ayat Kursi sebelum tidur supaya terpelihara dari gangguan setan. Keesokan harinya Nabi saw. bertanya kepada Abu Hurairah apa yang dialaminya semalam, dan setelah dijelaskannya, Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya ia telah berucap benar kepadamu, walau sebenarnya dia pembohong. Tahukah engkau siapa yang engkau ajak berbicara sejak tiga malam?" "Tidak!" (jawab Abu Hurairah). Sabda Nabi saw., "Itulah setan." 

Dalam riwayat tersebut terlihat bahwa setan mempunyai anak dan keluarga dan bahwa dia membutuhkan pula makanan. 

Jin dapat Terlibat dalam Hubungan Seks antara Suami dan Istri dari Golongan Manusia Jin dapat terlibat dan ikut berhubungan seks dengan istri-istri manusia serta anak-anak mereka. Hal ini dapat dipahami dari penggalan sebuah ayat yang berbunyi, "… berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak, ….". Oleh karena itu, Nabi saw. mengajar pasangan suami istri agar berdoa sebelum melakukan hubungan seks dengan membaca, yang artinya, "Ya Allah, hindarkanlah kami dari setan dan hindarkan pula setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami." (HR Bukhari dan Muslim). 

Macam-Macam Jin 
Dalam konteks pembicaraan tentang jenis-jenis makhluk halus ini, ada beberapa riwayat yang menjelaskannya. Rasulullah saw. bersabda, "Jin ada tiga macam. Ada yang memiliki sayap terbang di udara, ada yang berupa ular dan anjing, serta ada juga yang bermukim dan berpindah-pindah." Hadis ini diriwayatkan oleh Imam As-Suyuthi dalam Al-Jami' al-Shagir, demikian juga Al-Hakim. Kedua ulama ini menilai bahwa riwayat di atas sahih. Namun, ulama lainnya menilai bahwa kedua ulamat tersebut cenderung longgar dalam penilaian mereka. 

Riwayat lain dari pakar hadis Ibnu Abi Addunya di dalam Makaaid asy-Syaithan melalui Abu Darda r.a., bahwa Nabi saw. bersabda, "Allah menciptakan jin tiga macam. Ada yang berupa ular, kalajengking dan bermukim atau berpindah-pindah, dan ada juga jenis yang akan dimintai pertanggungjawaban serta siksa. Allah menciptakan manusia tiga macam pula, ada yang semacam binatang, "Allah berifmran, 'Mereka mempunyai kalbu, tetapi mereka tidak menggunakannya untuk mengetahui, mereka mempunyai mata, tetapi tidak menggunakannya untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak menggunakannya untuk mendengar; dan ada juga yang jasmaninya, jasmani manusia, tetapi jiwanya jiwa setan, dan ada lagi yang berada di bawah naungan Allah, pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya (hari kiamat)." 

Dalam rentetan perawi hadis ini, terdapat orang-orang yang dinilai lemah, sehingga tidak sedikit ulama yang menilai hadis ini lemah. 

Abu Utsman Sa'id bin Al-Abbas ar-Razi meriwayatkan dari Ibn Abbas, katanya, "Sesungguhnya anjing merupakan jenis jin yang lemah, siapa yang didatangi oleh anjing pada makanannya, segeralah makan makanan itu atau ditunda." 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw. bersabda, "Kalaulah anjing itu bukan suatu umat, niscaya aku perintahkan kalian untuk membunuhnya. Maka, bunuh saja anjing yang hitam legam." At-Tirmizi meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal dengan lafal yang lain, "Kalaulah anjing itu bukan suatu umat, niscaya aku perintahkan kalian untuk membunuhnya. Maka, bunuhlah darinya yang hitam legam saja." Muslim meriwayatkan dengan redaksi, "Berhati-hatilah terhadap yang hitam legam yang mempunyai dua titik (bintik), karena sesungguhnya itu setan." 

Rasulullah juga menambahkan, "Jalannya anjing yang hitam dapat memutuskan salat." Lalu, ditanya kepada beliau, "Bagaimana dengan anjing berwarna merah, putih, selain warna hitam?" Beliau menjawab, "Anjing hitam adalah setan." (HR Ahmad). 

Al-Qadhi Abu Ya'la mengatakan, "Jika ada orang yang bertanya pengertian ucapan Rasul bahwa anjing hitam adalah setan, padahal diketahui ia lahir dari anjing itu sendiri, atau unta dikatakan sebagai jin, padahal ia lahir dari unta juga, maka jawabannya, beliau mengatakan itu untuk menyerupakannya dengan jin, karena anjing hitam adalah anjing yang paling berbahaya dan paling sedikit kegunaannya dibandingkan anjing-anjing lain, sedangkan diserupakannya unta dengan jin karena sulit jangkauannya." 

Ath-Thabarani dan Abu asy-Syaikh dalam kitab Al-Azhamah meriwayatkan sebuah hadis sahih dari Ibn Abbas, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Ular adalah perubahan bentuk jin, sebagaimana perubahan kera dan babi dari Bani Israel." 
Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah mengatakan, "Hati-hatilah kalian berjalan di malam hari, karena bumi tersembunyi di malam hari; jika hantu menjelma di hadapan kalian hendaklah kalian mengumandangkan azan." 

Bulan Bederma


Bulan Bederma 


Allah SWT dalam salah satu ayat Alquran berfirman, ''Kalian semua tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian mendermakan sebagian harta yang kalian cintai. Ketahuilah, segala apa yang kalian dermakan pasti Allah mengetahuinya.'' (Ali 'Imran: 92). 

Dalam salah satu hadis sahih, Ibnu Abbas bercerita, Rasulullah SAW adalah sosok manusia paling dermawan dalam kebaikan apa pun. Hal itu makin beliau tingkatkan selama bulan Ramadhan, pada waktu Malaikat Jibril datang menemui beliau setiap malam untuk menyampaikan wahyu Allah dan mendengarkan bacaan tadarus Alquran yang telah Nabi Mumammad SAW terima. Pada saat Jibril menemui beliau, tergambar bahwa kedermawanan Nabi itu sebanding, bahkan melebihi dari angin kencang yang bertiup. (HR Bukhari). 

Salah satu dari sifat mulia yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW adalah sifat dermawan. Dalam satu hadis lain, Anas bin Malik berkata, ''Nabi SAW itu adalah sosok pemberani dan penderma.'' (HR Bukhari). Di hadis lain, Anas juga pernah mendengar langsung Nabi SAW bersabda, ''Saya adalah salah satu anak keturunan Nabi Adam yang paling penderma. Dan orang-orang yang termasuk ke dalam golongan penderma setelah aku adalah orang-orang berilmu yang menyebarkan ilmunya, juga orang-orang yang mendermakan dirinya di jalan Allah.'' (HR Tirmidzi). 

Dalam riwayat lain yang juga disampaikan oleh Ibnu Abbas, digambarkan bahwa sosok Nabi SAW itu tidak pernah mengecewakan orang-orang yang meminta segala sesuatu kepada beliau. Beliau pasti memberikan apa yang diminta, jika memang beliau sendiri memilikinya. Kata Ibnu Abbas, ''Tidak ada yang meminta sesuatu pun kepada Nabi SAW, selain pasti diberikannya.'' (HR Ahmad). 

Dalam kesempatan yang lain, Jabir, salah satu sahabat Nabi SAW, menggambarkannya demikian pula, ''Rasulullah SAW tidak pernah diminta sesuatu oleh seseorang kemudian menjawab tidak (menolaknya).'' (HR Ahmad). 

Dermawan merupakan salah satu sifat yang paling terpuji dan mulia. Orang yang dermawan pada hakikatnya merupakan bentuk konkret dalam meneladani sifat Allah dan Rasul-Nya. Dalam salah satu riwayat yang disampaikan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya Allah itu Zat yang Maha Penderma, karena itulah Dia menyukai sifat dermawan.'' (HR Tirmidzi). Dengan demikian, tidak ada alasan bagi umat manusia untuk bersifat kikir atau bakhil, karena itu berlawanan dengan sifat Allah SWT dan Nabi-Nya. 

Di bulan Ramadhan yang penuh berkah melimpah ini, sifat dermawan mesti ditingkatkan hingga menjadi budaya positif. Nabi SAW sendiri, karena saking cepatnya dalam mendermakan apa yang dimilikinya, disamakan dengan angin cepat yang bertiup, bahkan lebih cepat dari itu semua. Gambaran sifat dermawan Nabi SAW ini merupakan gambaran riil bahwa beliau tidak sekadar satu atau dua kali dalam bederma, akan tetapi lebih dari itu, beliau menjadikan sifat dermawan ini sebagai budaya positif pada dirinya, hingga wafat. 

Apa yang beliau dermakan lebih jauh lagi adalah gambaran kasih sayang yang beliau miliki kepada manusia lain. Seperti angin bertiup yang memberikan kasihnya kepada segala hal yang dilaluinya. Istiqamah dalam bederma, dengan terus-menerus melakukannya di setiap waktu, dalam berbagai macam bentuknya, adalah inti dari teladan yang Nabi SAW ingin sampaikan. Demikian Imam Nawawi menyimpulkan inti sari sifat dermawan Nabi Muhammad SAW tersebut. Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah SWT yang suka bederma. Wallahu a'lam. (Fajar Kurnianto) 

Budaya Malu


Budaya Malu 


Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda, ''Apabila kamu sudah tidak punya perasaan malu, maka lakukanlah apa pun yang kamu mau.'' Dari riwayat tersebut Rasulullah ingin mengajarkan bahwa malu merupakan salah satu prasyarat untuk ketakwaan, dalam artian ketika ingin melakukan suatu kesalahan atau maksiat dan perasaan malu ada dalam hati maka keinginan untuk melakukannya menjadi hilang. 

Malu yang dimaksud oleh Rasulullah di sini bisa diartikan dua hal. Pertama, malu kepada Allah, karena setiap perbuatan manusia sekecil apa pun dan detik per detik tentu tak akan lepas dari muraqabatullah. Ketika Allah membenci setiap perbuatan maksiat seorang hamba, ketika itulah si hamba harus sadar bahwa kemurkaan Allah akan didapatkan kalau perbuatan itu terus dilakukan. 

Kedua, malu kepada manusia. Ini bukan berarti kita berubah menjadi menuhankan manusia itu sendiri, tetapi yang dimaksud di sini adalah perasaan malu ketika manusia lain mengetahui perbuatan tersebut. Sebab, secara manusiawi setiap orang yang melakukan kesalahan pasti ingin menyembunyikan dari orang lain, karena hati kecil manusia selalu dan akan selalu mengajak kepada perbuatan mulia. 

Kalau dikaitkan dengan potret pemilu di Indonesia sekarang, kita sampai kepada kesimpulan bahwa perasaan malu sudah tidak lagi dipunyai para elite politik. Keinginan untuk memperoleh jabatan dan kekuasaan mengalahkan bisikan hati nurani. Rasa malu karena kekalahan dan ejekan pendukung mengalahkan rasa malu kepada Allah yang menciptakan kekuasan itu sendiri. Berbagai upaya ditempuh untuk sebuah kebanggaan di dunia walaupun harus melakukan cara-cara tercela. 

Semakin jauhnya harapan rakyat dari realita tidak memberikan kesadaran dan rasa malu bagi mereka yang gagal mengemban amanah rakyat. Krisis ekonomi semakin menghimpit, harga-harga melangit, kesejahteraan wong cilik semakin tak tersentuh. Pengangguran, anak jalanan, kriminalitas semakin menjadi-jadi. Tapi, ketika mengampanyekan diri untuk menjadi pemimpin, dengan tidak punya rasa malu kembali berteriak lantang sebagai orang yang paling peduli kepada rakyat. 

Janji menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN dan money politics justru diteriakkan lantang oleh orang yang menyuburkan korupsi. Entah ke mana lagi rasa malu yang dipunyai calon pemimpin kita. Kepada manusia sendiri sudah hilang. Apalagi kepada Allah sebagai tempat pertanggungjawaban yang mahaadil di akhirat kelak. 

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai amanah sekaligus teladan kepada rakyat. Kepemimpinan bertujuan membimbing dan mengarahkan rakyat untuk sejahtera dan mengesampingkan kesenangan pribadi dan kolega, siap menderita ketika harus sampai kepada pilihan berbagi kesengsaraan dengan rakyat. 

Mungkin masih relevan pesan nurani Bung Hatta, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia, ''Pemimpin yang bisa diandalkan rakyatnya adalah pemimpin yang mempunyai keberanian untuk menderita dan menahan rasa sakit.''

Rabu, 26 Desember 2012

Perbedaan Pendapat tentang Ada Tidaknya Jin


Perbedaan Pendapat tentang Ada Tidaknya Jin 


  


Adakah eksistensi atau wujud dari sesuatu yang dinamai oleh Alquran dengan jin (atau setan)? 

Imam Al-Haramain dalam kitabnya yang berjudul Asy-Syamil pernah menjelaskan, "Mayoritas ahli filsafat, orang-orang Qadariyah, dan kebanyakan kafir zindik (orang yang melahirkan keislaman tetapi batinnya kafir) sama sekali tidak mengakui adanya setan dan jin." Selanjutnya, beliau memberikan komentar dengan ungkapanya, "Tidak apalah orang-orang yang tidak mengakui adanya jin itu orang-orang yang tidak berpegang teguh dengan syariat, yang mengherankan adalah pengingkaran kaum Qadariyah dengan melandaskan pendapatnya pada nas-nas Alquran, hadis, dan atsar." 

Abul Qasim al-Anshari dalam kitabnya yang berjudul Syarah al-Irsyad menerangkan, "Kaum Muktazilah juga mengingkari adanya jin, pengingkaran mereka ini justru menunjukkan kurangnya perhatian dan tipisnya keagamaan mereka. Sedang menurut hukum akli saja adanya jin ini tidak mustahil. Nas-nas Alquran dan hadis pun menunjukkan adanya jin. Oleh karena itu, bagi para cendekiawan yang berpegang pada syariat agama Islam pasti akan menetapkan sesuatu yang dibenarkan akal dan telah dinas oleh syara." 

Abul Qasim Abu Bakar al-Baqilani memberikan keterangan yang lebih terperinci lagi, yaitu sebagai berikut :

- Mayoritas kaum Qadariyah mengakui adanya jin pada zaman dahulu, tetapi pada zaman sekarang mereka tidak percaya. 

- Sebagian dari mereka ada yang menetapkan adanya jin tetapi tidak dapat dilihat lantaran jasadnya yang halus sehingga sinar pun dapat menembusnya. Ada yang memberikan alas an sehubungan dengan tidak terlihatnya, yaitu karena jin tidak mempunyai warna atau rupa. 

- Berpegang teguh pada lahirnya dalil, hadis-hadis daif, serta konsensus ulama pada masa sahabat dan tabi'in cukup dapat meyakinkan kita bahwa jin dengan setan itu benar-benar ada. Dan orang-orang yang kuat agamanya tidak akan membantah kesepakatan ulama tersebut di atas. Barang siapa mengingkari keberadaan jin setelah mengetahui dasar-dasar yang digunakan, orang yang bersangkutan perlu dicurigai keagamaannya yang berarti pula bahwa ia telah keluar dari agama, yakni murtad. 

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa tidak seorang pun dari kaum muslimin dan kebanyakan dari golongan orang-orang kafir yang tidak mengakui adanya jin. Demikian juga orang-orang ahli kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, mereka mengakui dan menetapkan bahwa jin itu benar-benar ada, yang demikian itu berita-berita para nabi a.s. telah mutawatir, menunjukkan bahwa jin itu ada hidup berakal sehat dan terkena beban baik yang berupa perintah maupun larangan. 

Perlu dicatat bahwa ketika seseorang menyatakan bahwa jin adalah makhluk halus, maka kehalusan yang dimaksud tidak harus dipahami dalam arti bahwa hakikatnya demikian, tetapi penamaan itu ditinjau dari segi ketidakmampuan manusia melihatnya. Jika demikian, boleh jadi saja ia makhluk kasar, tetapi karena keterbatasan mata manusia, maka ia tidak terlihat, dan karena ia tidak terlihat, bahasa manusia menamakannya makhluk halus. 

Dalam pandangan sementara ilmuwan muslim ada lima hal yang merupakan hierarki keseluruhan realitas wujud, yaitu alam naasuut (alam materi), alam malakuut (alam kejiwaan), alam jabaruut (alam roh), alam laahuut (sifat-sifat uluhiyah), dan alam haahuut (wujud zat Ilahi). Kelima ragam bentuk wujud di atas mereka sebut dengan istilah al-hadharaat al-ilahiyah al-khams (lima kehadiran Ilahi). Hanya alam pertama yang dapat dijangkau oleh manusia secara umum, dan karena itu Allah bersumpah dalam Alquran, "Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan apa yang kamu tidak lihat." (Al-Haaqah: 38--39). 

Berkaitan dengan makhluk ciptaan Allah, Alquran secara tegas menyatakan, "Dia (Allah) menciptakan apa yang kamu tidak ketahui." (An-Nahl: 8). 

Janganakan makhluk-makhluk yang menghuni seluruh alam raya, yang berada di planet bumi yang kita huni saja belum semua dapat kita ketahui, bahkan dari kita sebagaimns banyak sisinya yang sampai kini masih merupakan hal-hal yang gaib sekalipun bagi para pakar. 

Ilmu pengetahuan hingga kini belum banyak mengetahui rahasia fenomena alam yang terbentang di hadapan ilmuwan, bahkan walaupun yang mereka gunakan dalam eksperimen-eksperimen mereka, misalnya listrik! Bahkan, dewasa ini banyak pakar yang percaya adanya sesuatu yang tidak dikenal atau tidak mereka ketahui. 

Harian terkemuka Mesir, Al-Ahram, menulis pada tanggal 19 Mei 1999 dalam halaman pertamanya berita berikut. Dalam eksperimen ilmiah yang belum pernah dilakukan sebelumnya dan yang diikuti oleh 400.000 pengguna komputer di seluruh dunia sedang diadakan satu upaya mencari indicator-indikator yang dapat membuktikan adanya makhluk-makhluk hidup di tempat-tempat lain di alam raya ini. Eksperimen tersebut terlaksana dalam satu wadah kerja sama ilmiah Inggris dan Amerika dengan nama "Penelitian tentang Makhluk Hidup di Luar Bumi", bertujuan menemukan peradaban makhluk-makhluk berakal di alam raya dengan menggunakan dua teleskop raksasa yang mampu menangkap signal-signal yang datang dari kejauhan sampai 200 juta tahun cahaya. Karena signal yang ditangkap oleh kedua teleskop tersebut sangat banyak, para peneliti mengundang semua pemilik komputer yang berminat untuk menghubungi pusat komputer yang melakukan studi ini untuk membantu melakukan analisis terhadap informasi yang mereka terima. Sampai sejauh ini, kami belum menerima laporan terbaru dari eksperimen tersebut. 

Merupakan satu keangkuhan intelektual, menolak atas nama ilmu pengetahuan, wujud sesuatu yang diinformasikan oleh kitab suci dengan alasan bahwa dunia empiris tidak menyaksikannya atau laboratorium tidak mendeteksinya. Kebenaran tidak diukur di laboratorium, atau dibuktikan melalui eksperimen. Banyak informasi dari kitab suci yang dahulunya oleh para ilmuwan dianggap atau ditafsirkan secara metaphor, tetapi kini ternyata benar dan tidak perlu dipahami secara metaphor. 

Di sisi lain, kepercayaan dan agama bersumber dari rasa manusia yang terdalam. Perasaan tidak diukur dengan ukuran material atau harus dihidangkan dalam dunia nyata. Para ilmuwanlah yang terlebih dahulu menertawakan, bahkan mengecam siapa yang menggunakan alat ukur yang tidak sesuai dengan objek yang akan diukur. Anda keliru jika menggunakan timbangan untuk mengukur panjang dan luas ruangan. 

Ada banyak hal yang tidak diinformasikan agama, boleh jadi karena tidak perlu diketahui manusia, boleh jagi juga karena bila dijelaskan tidak akan dicerna oleh pikirannya. "Mereka bertanya tentang roh. Katakanlah, 'Roh adalah sebagian dari urusan Tuhanku.' Kalian tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit." (Al-Isra: 85). 

Meskipun telah dicapai kemajuan dalam bidang psikologi, yang belum terungkap dari jiwa manusia masih jauh lebih banyak. Ini terhadap manusia yang wujudnya terlihat dan terukur, dapat diraba dan dibawa ke laboratorium untuk diuji dan dianalisis. Bagaimana dengan sesuatu yang sejak semula dinyatakan jin, yakni sesuatu yang tersembunyi dan yang tidak dapat dilihat oleh manusia? Sekali lagi jangan tergesa-gesa menolaknya. Memang ada informasi dari kitab suci yang belum terbukti. Ada juga yang sebelum ini tidak dapat dibuktikan oleh generasi lalu, tetapi kini telah terbukti. Sekali lagi, merupakan kekeliruan intelektual menolak informasi yang belum terbukti itu selama belum dapat dibuktikan kekeliruannya dengan alat ukur yang sesuai. 

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 



.

Berani Karena Benar


Berani Karena Benar 


Sepeninggal Rasulullah SAW, terdapat sekelompok orang yang mengakui kenabian Muhammad SAW, tetapi tidak mengakui zakat sebagai suatu kewajiban dan ibadah yang harus ditunaikan. Kepala negara saat itu, Khalifah Abu Bakar Siddiq RA, menolak tindakan tersebut dengan memerangi mereka seluruhnya supaya kembali kepada agama Allah SWT secara benar. 

Pada suatu kesempatan banyak sahabat berkata kepadanya, ''Wahai khalifah Rasulullah, tetaplah engkau di rumahmu, sembahlah Rab-mu hingga wafat mendatangimu. Kita tidak memiliki kekuatan untuk memerangi seluruh bangsa Arab.'' 

Di antara mereka yang berkata demikian adalah Umar bin Khatab al- Faruq. Ia sempat dibentak oleh Abu Bakar yang bagai auman singa sedang marah, ''Apakah engkau pendekar di zaman jahiliah dan penakut di zaman Islam, wahai Umar? Akankah aku mengharapkan pertolonganmu, sementara itu engkau mendatangiku dan mengecewakanku?'' 

Lalu, Abu Bakar melanjutkan ucapannya, ''Demi Allah, kalau mereka menolak menyerahkan tali kendali unta yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah SAW, akan kuperangi mereka selama tanganku masih mampu memegang pedang.'' 

Akhirnya, semua yang dikatakan Abu Bakar itu diwujudkannya dan pasukan pun segera bergerak menghajar orang-orang yang kembali kufur itu, mengembalikan orang-orang yang melarikan dan mengambil hak-hak orang fakir dari orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. (Min Ajli Sahwah Rasyidah, karya Yusuf Qordlowi). 

Peristiwa tersebut di atas memberikan pelajaran kepada kita betapa Abu Bakar sebagai seorang kepala negara yang terkenal sentimental, lemah lembut, tawadu, dan khusyuk, itu berubah menjadi pemberani dan tegar ketika harus membela kepentingan dan hak-hak rakyat, sekalipun rakyat tidak menuntutnya. Bahkan dia terus mengembalikan hak-hak rakyat meskipun ada sebagian orang yang tidak menyetujui tindakannya. 

Akhirnya, dengan sikap seperti ini rakyat pun memberikan dukungan penuh kepadanya. Barangkali, sikap beliau itu didorong oleh pemahamannya atas sabda Rasulullah SAW, ''Pemimpin itu adalah benteng, rakyat berperang dibelakangnya, dan berlindung padanya.'' 

Banyaknya tuntutan masyarakat saat ini kepada pemegang amanat kekuasaan untuk mengusut dan mengadili kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menuntut keberpihakan kepada kepentingan masyarakat sepatutnya menumbuhkan keberanian dan keseriusan untuk menuntaskan masalah ini. 

Pengembalian hak rakyat yang dirampas tidak perlu menunggu adanya tuntutan. Jika tidak, apa yang menimpa Bani Israil, akan menimpa umat sekarang. Dahulu, Bani Israil ditimpa malapetaka karena bila ada rakyat kecil bersalah, merampas hak orang lain, ia dihukum habis-habisan. Namun, jika yang melakukannya ''orang besar'', tak ada hukum yang berani menyentuhnya. (MR Kurnia) 

Minggu, 23 Desember 2012

Aneka Bentuk Jin


Aneka Bentuk Jin 


Dalam pandangan ulama, jin memiliki kemampuan membentuk dirinya dalam berbagai bentuk. Memang dari Alquran tidak ditemukan penjelasan tentang hal ini, tetapi banyak riwayat yang menginformasikannya. 

Allah SWT berfirman (yang artinya), "(Ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik Pembalas tipu daya." (Al-Anfal: 30). 

Pakar tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketika pemuka-pemuka suku di Mekah berunding untuk menghadapi Nabi saw., Iblis tampil dalam bentuk seorang tua terhormat dari suku Najed dan memberikan mereka saran agar memilih dari setiap suku, seorang pemuda, kemudian pemuda-pemuda pilihan itu secara bersamaan membunuh Muhammad. Dengan demikian, suku Nabi Muhammad saw. (Quraisy) tidak bisa membalas, karena bila menuntut, mereka akan menghadapi banyak suku. 

Ibnu Katsir mengemukakan juga riwayat yang dinisbahkan kepada Ibnu Abbas r.a. bahwa dalam Perang Badar, Iblis tampil dalam gabungan tentara setan dalam bentuk seorang yang mereka kenal bernama Suraqah bin Malik bin Ju'syum yang ditakuti oleh suku Quraisy, karena ada dendam antarmereka. Suraqah berkata kepada kaum musyrikin, "Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini dan aku adalah pembela kamu." Tetapi, ketika perang berkecamuk, Rasulullah saw. mengambil segumpal tanah dan melemparkannya ke muka orang-orang musyrik, sehingga mereka kacau-balau. Ketika itu juga Malaikat Jibril menuju ke arah Iblis yang berpenampilan seperti Suraqah. Ketika ia, yang memegang tangan salah seorang musyrik, melihat Malaikat Jibril, makhluk terkutuk itu melepaskan tangan yang dipegangnya dan meninggalkan medan pertempuran bersama kelompoknya. Orang yang dipegang tangannya tadi berkata, "Wahai Suraqah, bukankah engkau berjanji membela kami?" Iblis menjawab, "Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihatnya; sesungguhnya saya takut kepada Allah." 


Inilah menurut Ibnu Katsir yang dimaksud dengan firman Allah dalam Alquran surah Al-Anfal: 48, "Dan, ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan, 'Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.' Maka, tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata, 'Sesungguhnya saya berlepas diri dari kamu; sesungguhnya saya melihat apa yang kamu sekalian tidak lihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.' Dan, Allah sangat keras siksa-Nya." 

Sebelum ini telah dikemukakan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Abu Hurairah menangkap jin yang berbentuk manusia ketika ia mencari kurma sedekah. Rasulullah saw. juga menyampaikan kepada para sahabatnya bahwa, "Semalam tiba-tiba muncul di hadapanku jin ifrit untuk membatalkan salatku, maka Allah menganugerahkan aku kemampuan menangkapnya dan aku bermaksud mengikatnya pada salah satu tiang masjid, hingga kalian semua di pagi hari dapat melihatnya. Tetapi, aku mengingat ucapan (permohonan) saudaraku (Nabi) Sulaiman, 'Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku'," (38: 35). Berkata perawi hadis ini, "Maka, Nabi mengusirnya (tidak mengikatnya) dalam keadaan hina dan terkutuk." 

Imam Bukhari juga menyebutkan sekian riwayat menyangkut perubahan bentuk jin, antara lain dalam bentuk ular. 

Ibnu Taimiyah menulis dalam kumpulan fatwanya bahwa jin dapat mengambil bentuk manusia atau binatang, seperti ular, kalajengking, sapi, kambing, kuda, dll. 

Sahabat Nabi Ibnu Umar menyampaikan perintah Nabi untuk membunuh ular yang ditemukan di rumah. Demikian diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Di tempat lain termaktub juga riwayat bahwa Nabi saw. melarang membunuh ular yang ditemukan di rumah tanpa peringatan, karena penghuni rumah dari jenis jin sering mengambil bentuk ular-ular kecil. Bukhari dan Muslim meriwayatkan juga bahwa Nabi saw. bersbda, Ibnu Umar membunuh semua ular sampai sahabat Nabi saw. Abu Lubabah menyampaikan kepada kami bahwa Rasulullah saw. melarang membunuh ular-ular yang ditemukan di rumah (sebelum memberinya peringatan), dan sejak itu ia (Ibnu Umar) tidak lagi membunuhnya." 

Imam Muslim menjelaskan, peringatan yang dimaksud tersebut adalah dengan ucapan, "Aku mengimbau kalian, demi janji yang telah diambil dari kalian oleh Nabi Sulaiman putra Daud, agar kalian tidak mengganggu kami dan tidak pula menampakkan diri kepada kami." 
Hal serupa diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya melalui Abi Laila, bahwa nsa ketika ditanya tentang ular-ular kecil yang ditemukan di rumah, maka beliau bersabda, "Kalau kalian menemukannya di rumah kalian, maka ucapkanlah, 'Ansyudu kunna bil ahed allazy akhaza 'alaikunna Nuh, …. Ansyudu kunna bil ahed allazy akhaza 'alaikunna Sulaiman bin Daud an laa tu'zuuna!' (Aku mengimbau demi janji yang telah diambil dari kalian oleh Nabi Nuh, aku mengimbau demi janji yang telah diambil dari kalian oleh Sulaiman, agar kalian tidak mengganggu kami dan bila ia kembali lagi, maka bunuhlah)." 

Jin atau setan--katanya--jika mampu berbentuk manusia secara sempurna, maka ini dapat menjadikan kita meragukan setiap orang yang kita lihat. Apakah dia manusia yang kita kenal atau setan. Jin atau setan dapat menyerupai manusia secara sempurna, tetapi menyerupai Rasulullah saw. tidaklah bisa. Karena, Rasulullah saw. telah bersabda, "Siapa yang melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku (dalam mimpinya), karena setan tidak dapat menyerupakan dirinya dengan aku." (HR Bukhari melalui Anas bin Malik). 



Kemampuan Jin


Kemampuan Jin  



Umat Islam percaya bahwa Allah menganugerahkan kepada jin kemampuan yang berbeda dengan manusia. Tetapi, itu bukan berarti bahwa jin itu lebih mulia dari manusia, atau berarti jin tidak pantas sujud kepada Adam.

Beberapa kelebihan jin diimbangiol beberapa kelebihan manusia yang mampu mengembangkan dan memanfaatkan daya-daya yang dianugerahkan Allah kepadanya, sehingga pada akhirnya manusia dapat unggul atas jin. 

Mengarungi Angkasa 
Allah SWT berfirman yang artinya, "Sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi, sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)." (Al-Jin: 9). 

Maksudnya, dahulu sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. mereka dengan mudah naik ke langit dan dengan tenang mendengarkan pembicaraan para malaikat, tetapi kini walaupun masih memiliki kemampuan, tetapi upaya menuju ke langit dan ketenangan mendengar pembicaraan itu diusik dengan semburan api. 

"Kami (Allah) menjaganya (langit) dari tiap-tiap setan yang terkutuk, kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat), lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang." (Al-Hijr: 17--18). 

Kalau tadinya mereka dengan leluasa mendengar apa saja, kemudian menginformasikannya kepada tukang-tukang tenung dan peramal yang tuntuk kepada mereka, maka sejak diutusnya Nabi saw. kemampuan tersebut sudah terbatas, sehingga sejak itu mereka hanya dapat mencuri-curi pendengaran. Dengan demikian, kalaupun mereka dapat memberi informasi kepada kepada rekan-rekannya manusia atau jin, maka informasi itu sepotong-potong, bahkan keliru. Tidak jarang para peramal yang berhubungan dengan jin membumbui dan menambah-nambah informasi jin yang setengah-setengah itu. 

"Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa." (Asy-Syuara': 221--222). 

Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), "Apabila Allah menetapkan suatu ketetapan, para malaikat merendahkan sayap mereka pertanda tunduk kepada ketetapan-Nya, bagaikan rantai yang menyentuh batu yang halus serta takut kepada-Nya, maka apabila ketakutan mereka telah reda, (sebagian) mereka bertanya kepada sebagian yang lain, 'Apa yang disampaikan Tuhan?' Maka, yang ini menjawab kepada yang bertanya, 'Allah menetapkan yang hak, Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar' (sambil menyampaikan apa yang ditetapkan Allah). Ketika itu para jin yang mencuri-curi pendengaran dalam keadaan seperti ini (perawi hadis ini menunjukkan tangan kanannya dengan merenggangkan jari-jarinya satu di atas yang lain). Ketika itu boleh jadi yang mencuri pendengaran terkena semburan api sehingga membakarnya, dan boleh jadi juga ia luput dari semburannya, sehingga ia menyampaikannya kepada jin yang ada di bawahnyadan akhirnya sampai ke bumi dan diterima oleh tukang sihir atau tenung, lalu ia berbohong seratus kebohongan, dan dia dipercaya. Orang-orang yang mendengar dan mempercayainya berkata, 'Bukankah pada hari ini dan itu ia menyampaikan kepada kita, ini dan itu, dan ternyata benar' Yakni, benar menyangkut apa yang didengar dari langit." (HR Bukhari melalui sahabat Nabi, Abu Hurairah). 

Hadis serupa diriwayatkan juga oleh Imam Muslim melalui Ibnu Asbbas, dia berkata, Aku diberitakan oleh salah seorang sahabat Nabi saw. dari kelompok Anshar (penduduk Madinah) bahwa pada suatu malam mereka duduk bersama Nabi, tiba-tiba ada cahaya bintang menyembur. Rasulullah saw. bertanya, "Apa yang kalian duga pada masa jahiliah bila terjadi semburan demikian?" Mereka menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Kami tadinya berkata (percaya) bahwa pada malam itu lahir atau wafat seorang yang agung. Rasulullah saw. menjawab, "Ia tidak menyembur karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi Tuhan kita Yang Maha Suci dan Maha Tinggi nama-Nya apabila menetapkan sesuatu para malaikat pemikul Arsy (singgasana Ilahi) bertasbih, kemudian penghuni langit di bawah mereka juga bertasbih, hingga sampai tasbih kepada penduduk langit dunia. Mereka yang berada di bawah para malaikat pemikul Arsy bertanya, 'Apa yang difirmankan Tuhan?' Maka, mereka menyampaikannya apa yang difirmankan-Nya itu. Penduduk langit pun saling bertanya dan memberitakan hingga sampai kepada penghuni langit dunia. Ketika itu jin mencuri-curi pendengaran, lalu menyampaikannya kepada rekan-rekan mereka. Maka, apa yang mereka sampaikan sebagaimana yang mereka dengar adalah benar, tetapi mereka mencampurinya dengan kebohongan dan menambah-nambahnya." 

Berdasarkan informasi di atas, jin mempunyai kemampuan untuk menembus angkasa dan mendengar percakapan penghuni-penghuninya dan bahwa kini langit dijaga dan ada semburan api yang dapat membakar mereka jika mendekat. 

Pada zaman modern sekarang ini mungkin banyak yang bertanya tentang semburan api tersebut, karena di sekolah kita sekarang sudah mengenal mata pelajaran tentang planet dan tata surya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Quthub (1903--1966) mengungkapkan, "Persoalan penjagaan langit, penyemburan setan, dan semacamnya bukan persoalan kita. Apalagi, bukankah tudak mustahil--dalam peredarannya itu--ia menyemburkan panah-panah api ke arah setan-setan jin, dan bukan pulakah peredaran seluruh planet--yang menyemburkan api maupun yang tidak--kesemuanya tunduk kepada kehendak Allah yang menetapkan hukum-hukum tersebut? Wallahu a'lam. 

Selanjutnya para ulama yang menetapkan makna kalimat-kalimat di atas dalam pengertian hakikinya berbeda pendapat menyangkut kemampuan mencuri pendengaran yang dilakukan oleh para jin, apakah hingga kini mereka masih dapat melakukannya atau tidak lagi. Yang menafikkan berpegang kepada firman Allah, "Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar." (Asy-Syu'ara: 223). Sedangkan yang berpendapat masih dapat mendengarkan walau dengan sangat terbatas merujuk kepada firman Allah, "Mereka menghadapkan pendengaran itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta." (Asy-Syu'ara: 223). 

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas mendukung pendapat yang menyatakan bahwa jin masih memiliki kemampuan mendengar berita-berita langit, tetapi kemampuan tersebut sudah sangat terbatas. Ibnu Khaldun (1332--1406) dalam Mukaddimahnya berpendapat bahwa para jin hanya terhalangi mendengar satu macam dari berita-berita langit, yaitu yang berkaitan dengan berita diutusnya Nabi saw., tidak selainnya. Atau, seperti tulis pakar tafsir Mahmud al-Alusy (1802--1854), boleh jadi juga keterhalangan itu hanya terbatas menjelang kehadiran Nabi saw., bukan sebelumnya dan bukan juga sesudah kehadiran beliau sebagai rasul. 

Pekerja Berat 
Alquran menguraikan anugerah Allah kepada Nabi Sulaiman a.s., antara lain melalui firman-Nya, "Dan, Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula), dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan, sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasannya) dengan izin Tuhannya. Dan, siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala." (Saba': 12--13). 

Dalam surah Shaad ayat 36--37 Allah berfirman, "Kemudian, Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya, dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam." 

Selanjutnya, "Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya danmengerjakan pekerjaan selain dari itu." (Al-Anbiya': 82). 

Dari ayat-ayat di atas, diketahui bahwa jin diperintah oleh Nabi Sulaiman dan bekerja untuknya. Mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan berat yang dilukiskan oleh Alquran. Antara lain, "Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi, patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam serta periuk yang tetap (berada di atas tungku)." (Saba': 13). 

Alquran juga menginformasikan bahwa suatu ketika Nabi Sulaiman berkata, "Hai pembesar-pembesar! Siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya (Ratu Balqis) kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri." (An-Namel: 38). 

Seperti diketahui bahwa Ratu Balqis ketika itu tinggal di Yaman, sedangkan Nabi Sulaiman di Baitul Maqdis (yerusalem). 

"Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, 'Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya, lagi dapat dipercaya." (An-Namel: 39). 

Dalam ayat ini terlihat kemampuan Ifrit, yakni jin yang cerdik. Dia menyatakan mampu membawa singgasana itu dalam waktu singkat, yakni sebelum Nabi Sulaiman beranjak pulang ke kediamannya, yang konon menurut sementara ulama ia kembali setelah berada bersama stafnya sejak pagi hingga tengah hari. Demikian kemampuan jin. 

"Boleh jadi par jin telah mendahului manusia dalam menciptakan sesuatu semacam radio dan TV," demikian tulis Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, seorang ilmuwan kontemporer dari Yordan dalam bukunya, Alam al-Jin wa asy-Syayaathiin. Ini didasarkan atas informasi Ibnu Taimiyah dalam kumpulan fatwanya yang menginformasikan bahwa, "Sementara orang yang mempunyai hubungan dengan jin menyampaikan kepadanya, bahwa jin menunjukkan kepada mereka sesuatu yang mengkilap seperti air dan kaca dan menyampaikan kepada mereka berita-berita yang mereka tanyakan. Para jin itu juga menyampaikan permintaan apa yang diminta oleh sahabat-sahabat saya dan saya menjawabnya, kemudian jin menyampaikan jawaban saya kepada mereka." 

Perlu dicatat bahwa meskipun kemampuan tersebut besar, Alquran menegaskan bahwa manusia memiliki potensi yang lebih besar dan dapat diaktualkan. Ini terbaca pada lanjutan ayat di atas, "Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-kitab, 'Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.'Maka, tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, 'Ini termasuk karunia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Mahamulia'." (An-Namel: 40). 

Gaib 
Salah satu hal yang ditegaskan secara gamblang oleh Alquran adalah ketidakmampuan jin mengetahui yang gaib. Walaupun sejak dahulu bahkan hingga kini ada yang menduga bahwa jin dapat mengetahui yang gaib, sehingga ada orang-orang yang sengaja menemui "siapa yang diduganya pandai/orang pintar" atau yang diduganya mempunyai hubungan dengan jin untuk memperoleh informasi. 

Memang, boleh jadi jin mengetahui lebih banyak dari manusia karena kemampuannya mengarungi angkasa, atau kecepatannya bergerak. Boleh jagi dia mengetahui sesuatu yang terjadi pada masa lalu dan kini yang tidak diketahui manusia tertentu, tetapi ini tidak berarti ia mengetahui yang gaib, karena hal tersebut telah diketahui sebelumnya oleh manusia tertentu. Burung rajawali memiliki mata yang sangat tajam, sehingga dari ketinggian ia dapat melihat dan mengetahui adanya sesuatu yang tidak dilihat atau diketahui manusia, walaupun sesuatu itu berada sangat dekat dengan manusia. Kemampuan burung itu melihat dan mengetahui tidak menjadikan kita berkata bahwa burung rajawali mengetahui yang gaib. 

Jika demikian, boleh jadi sesekali ada informasi jin yang benar, karena satu dan lain hal, tetapi ini tidak mengurangi sedikit pun prinsip dasar yang dikemukakan di atas, yakni bahwa jin tidak mengetahui yang gaib. Apakah jika Anda mendengar suatu berita melalui satelit, yang tidak didengr oleh orang lain, kemudian Anda memberitakannya bahwa Anda dapat mengetahui yang gaib? Dengan demikian, jika ada orang bertanya, bukankah ada paranormal yang mengetahu keadaan orang padahal orang tersebut belum menceritakannya? Maka, hal demikian mudah untuk dijelaskan. Ketika seseorang datang kepada dukun atau paranormal, ada jin yang meyertainya. Ketika orang tersebut bertanya, maka jin yang menyertai orang tersebut yang sudah mengerti keadaannya berpindah ke dukun atau paranormal untuk membisikkan ke dalam hatinya (dengan bisikkan hati, sehinga hati cenderung mengungkapkan sesuatu atas dasar pertanyaannya itu, yang hal itu berasal dari jin). Ketika dukun atau paranormal itu berbicara, ternyata sesuai dengan kenyataan. Maka, membuat orang yang datang itu mempercayainya. 

Hal tersebut di atas dengan sangat jelas diterangkan dengan adanya informasi sebagai berikut. Ibn Abi Daud meriwayatkan dari Al-Muthallib bin Abdullah, bahwa Umar bin Khattab r.a. mengingat perempuan dalam hatinya dan ia tidak mengabarkan kepada seorang pun. Lalu, seorang laki-laki datang padanya dan berkata, "Kamu mengingat seorang wanita. Ia cantik dan mulia, berada di rumah yang baik." Lalu, Umar r.a. berkata, "Siapa yang mengatakan ini kepadamu?" Ia menjawab, "Manusia memperbincangkannya.: Kata Umar r.a., "Demi Allah, aku tidak mengabarkan hal ini kepada seorang pun, dari mana mereka tahu?" Kemudian ia berkata, "Ya, aku tahu. Khannas (jin) yang mengeluarkannya." 

Dari riwayat di atas bisa diterangkan bahwa ternyata jin yang tadinya berada di dalam diri Umar bin Khattab r.a. yang kemudian mengetahui apa yang sedang dipikirkannya, kemudian keluar dan memberitakannya kepada pihak lain. Pihak lain kemudian menyebarkannya kepada orang-orang, maka tersebarlah berita itu. 

Ibn Abi Daud meriwayatkan dari Abi al-Jauza, ia berkata, "Aku telah menalak istriku dan jiwaku berbisik pada diriku agar aku rujuk (kembali) kepadanya pada hari Jumat. Aku tidak mengabarkan hal ini kepada seorang pun. Lalu, tiba-tiba istriku berkata kepadaku. "Kamu datang ingin kembali kepadaku hari Jumat. Aku berkata, "Berita ini tidak pernah aku ceritakan kepada seorang pun … sampai aku perkataan Ibn Abbas bahwa bisikan seorang akan mengabarkan segala bisikan yang ada pada orang lain, lalu mereka menyebarkan pembicaraan itu." 

Ibn Abi Daud meriwayatkan dari Al-Hajjaj bin Yusuf bahwa ia datang dengan seorang yang dituduh sebagai tukang sihir, lalu ia bertanya, "Apakah kamu seorang penyihir?" 
Ia menjawab, "Bukan." 
Kemudian, ia mengambil segumpal kerikil dan menghitungnya, lalu berkata kepadanya, "Berapa jumlah kerikil di tanganku?" 
Ia mengatakan, "Jumlahnya sekian … sekian …," lalu ia melemparkannya. 
Selanjutnya ia mengambil kerikil yang lain tanpa menghitungnya dan berkata, "Berapa kerikil yang ada padaku?" 
Lelaki itu menjawab, "Tidak tahu." 
Al-Hajjaj berkata, "Bagaimana Anda mengetahui yang pertama, tetapi tidak tahu jumlah yang kedua?" 
Ia menjawab, "Yang pertama engkau mengetahuinya sehingga bisikanmu mengetahuinya juga. Lalu, bisikanmu mengabarkan kepada bisikanku. Sedangkan yang kedua kamu tidak tahu, sehingga bisikanmu juga tidak mengetahuinya, maka ia tidak memberitahukan kepada bisikanku, karena itu aku tidak mengetahuinya." 

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya setan berada dalam diri manusia bagaikan aliran darah, dan aku khawatir itu mengotori hati kalian." (HR Bukhari). Ibn Aqil berkata, "Jika ditanya, bagaimana itu bisikan dari setan dan bagaimana ia sampai ke dalam hati, maka dikatakan ia berbentuk pembicaraan tersembunyi yang dicenderungi oleh jiwa dan watak manusia." 

Dengan telah diketahuinya rahasia ini (mengapa dukun bisa mengetahui pikiran atau keadan orang), maka selayaknya kini tidaklah perlu mempercayainya lagi. Karena percaya kepada dukun salah satu bentuk dari perbuatan syirik. Dan, syirik adalah dosa yang sangat besar. Jika seseorang mati dalam keadaan syirik, maka dosa-dosanya tidak diampuni oleh Allah, dan di akhirat berada dalam kesengsaraan yang langgeng. Kita berlindung kepada Allah dari keadaan yang semacam itu

Berlaku Benar dan Jujur


Berlaku Benar dan Jujur 


Istilah benar dan jujur merupakan terjemahan dari kata sidq. Lawannya adalah kizb yang berarti dusta atau bohong. Sifat benar dan jujur seharusnya menjadi sifat orang beriman dan bertakwa. Sifat ini membawa pemiliknya kepada kebaikan. 

Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebaikan, kebaikan membawa ke surga. Sesungguhnya yang benar lagi jujur akan digelari Allah dengan siddiq. Sedangkan kebohongan membawa kepada perbuatan dosa, perbuatan dosa membawa pemiliknya ke neraka. Laki-laki yang berbohong akan digelari Allah dengan kazzab (pembohong).'' (HR Bukhari-Muslim). 

Sifat benar dan jujur merupakan akhlak mulia. Bahkan, ia termasuk sifat yang selalu melekat pada setiap Rasul Allah. Allah berfirman, ''Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim dalam Al-Kitab (Alquran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Allah juga memberikan gelar siddiq kepada Ismail, Idris, dan rasul lain.'' 

Ada beberapa tingkatan benar dan jujur yang perlu dipraktikkan. Pertama, benar dan jujur dalam ucapan atau lisan. Orang yang memiliki sifat ini akan selalu memelihara lisan dari perkataan tidak benar dan bohong. 

Kedua, benar dan jujur dalam niat. Ini dibuktikan dengan selalu ikhlas dalam niat. Niat yang ikhlas berlaku bagi semua aktivitas yang dilakukan seseorang. 

Ketiga, benar dalam cita-cita. Biasanya, sebelum melakukan pekerjaan selalu diawali dengan cita-cita atau tekad (azam). Misalnya, ada orang mengatakan, apabila Allah memberinya rezeki, ia akan menyedekahkan semua atau sebagiannya. Begitu pula, apabila Allah memberinya kekuasaan sebagai pemimpin, ia akan berlaku adil. Kebenaran tekad ini akan terbukti setelah ia memperoleh apa yang dicita-citakannya. 

Keempat, benar dalam memenuhi tekad dan cita-cita. Orang sering kali mudah berjanji dan menyatakan cita-cita, tekad, dan rencana. Namun, banyak orang merasa berat mewujudkan janji dan rencananya karena tergoda hawa nafsu yang cenderung mengingkarinya. Perilaku orang ini bertentangan dan jauh dari nilai-nilai kebenaran dan kejujuran. Sebaliknya, orang yang benar dan jujur selalu memenuhi tekad, janji, dan rencana dengan baik, seperti firman Allah, ''Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.'' (QS 33: 23). 

Kelima, benar dan jujur dalam beramal. Sifat ini ditampilkan secara lahir dan batin. Apa yang ada dalam batin dibuktikan dengan amal secara lahir. Keenam, benar dan jujur dalam menjalankan ajaran Islam, dan ini merupakan tingkatan yang tertinggi. Orang yang memiliki sifat ini melekat padanya beberapa sifat lain, seperti khauf dan raja (takut dan harap), zuhud, ridha, tawakal, dan hubb (cinta) kepada Allah dan rasul-Nya. 

Sifat benar dan jujur (sidq) perlu dimiliki setiap Mukmin, sehingga ia disenangi Allah dan manusia. Melaluinya, ia akan berhasil, beruntung, dan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (Firdaus) 

Jumat, 21 Desember 2012

Apakah Jin Bisa Dilihat Manusia?


Apakah Jin Bisa Dilihat Manusia? 


Allah SWT berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27). 

Ayat ini dipahami oleh sekian banyak ulama sebagai dalil ketidakmungkinannya manusia melihat jin. Imam Syafii menegaskan, bahwa berdasrkan ayat di atas, manusia tidak mungkin melihat jin. “Siapa yang mengaku dapat melihat jin, maka kami tolak kesaksiannya, kecuali nabi.” (Maksud ucapan ini adalah yang mengaku melihat jin dalam bentuk yang aslinya. Adapun yang mengaku melihat jin setelah berubah bentuk dengan aneka bentuk makhluk, maka kesaksiannya dapat diterima). 

Sebagian yang lain mengakui bahwa jin dapat dilihat oleh manusia jika jin berubah dengan bentuk makhluk yang dapat dilihat oleh manusia. Pendapat ini didukung oleh riwayat-riwayat yang menginformasikan bahwa para sahabat Nabi saw., tabi’in, dan banyak ulama pernah melihat makhluk-makhluk halus, tetapi dalam bentuk manusia atau binatang. 

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab sahihnya bahwa sahabat-sahabat Nabi saw. pernah melihat Malaikat Jibril ketika ia datang dalambentuk manusia. Umar bin Khattab menuturkan bahwa suatu ketika datang seorang yang tidak dikenal, berpakaian sangat putih, rambut teratur rapi, tidak nampak dari penampilannya tanda-tanda bahwa ia datang dari perjalanan jauh. Orang itu bertanya kepada Nabi saw. tentang Islam, iman, dan ihsan. Setiap Nabi saw. menjawab, dia membenarkannya. Dia juga bertanya tentang kiamat dan tanda-tandanya. Umar r.a. dan juga sahabat-sahabat Nabi saw. yang mendengarnya terheran-heran. Bagaimana seorang yang berpenampilan rapi, berpakaian bersih, yang berarti bahwa yang bersngkutan tidak datang dari tempat jauh atau dengan kata lain ia adalah penduduk setempat tetapi tidak mereka kenal? Mereka juga terheran-heran mengapa setiap pertanyaannya yang dijawab oleh Nabi saw., selalu yang bertanya itu sendiri yang membenarkannya. Ketika percakapan Nabi saw. dan pendatang itu selesai, Nabi saw. bertanya kepada para sahabatnya, ”Tahukah kalian, siapa yang datang tadi?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu. Nabi saw. menjelaskan, ”Itulah Jibril datang mengajar kalian agama kalian.” Mendengar penjelasan Nabi saw. itu, Umar r.a. bergegas keluar hendak melihatnya, tetapi ia telah menghilang. 

Nah, jika demikian, malaikat dapat dilihat, tetapi bukan dalam bentuk aslinya. Ia dapat dilihat apabila mengambil bentuk yang memungkinkan untuk dilihat manusia. 

Demikian halnya dengan jin, ia dapat dilihat bukan dalam bentuk aslinya, tetapi bila ia mengambil bentuk yang sesuai dengan potensi penglihatan manusia. Riwayat-riwayat tentang hal ini sangat banyak. Bahkan, tidak hanya ulama, orang-orang biasa yang tidak ahli agama pun banyak yang mengalami melihat jin dalam bentuk makhluk (manusia atau lainnya). Dan, di antara mereka ada yang sengaja dengan sunguh-sungguh ingin melihat jin, mereka mengamalkan amalan dari orang-orang yang dianggap ahli dalam hal itu, dan mereka ada yang berhasil mendapatinya bahwa jin dapat dilihat dalam bentuk makhluk. 

Selain itu, ada beberapa hadis Nabi saw. yang menginformasikan bahwa ada binatang yang dapat melihat jin. Dalam sahih Bukhari dan Muslim, sahabat Nabi Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi saw. bersabda, ”Kalau kalian mendengar suara ayam jantan berkokok, maka mohonlah kepada Allah anugerah-Nya, karena ketika itu dia melihat malaikat, dan jika kalian mendengar teriakan keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan, karena ketika itu dia melihat setan.” 

Berkoalisi dengan Dhuafa


Berkoalisi dengan Dhuafa 


Pada awal-awal tahun syiar Islam, Muhammad Rasulullah SAW berusaha mencari dukungan dari beberapa pemimpin suku di Makkah. Istilah bahasa politik kita sekarang: berkoalisi. Tujuan beliau jelas, agar barisan Islam yang kala itu masih baru dan didukung sedikit orang, menjadi kuat dan mantap. 

Dalam berbagai kesempatan, beliau rajin melakukan lobi, terutama dengan pembesar Quraisy yang amat disegani. Ketika sedang asyik-asyiknya membicarakan koalisi dengan mereka --seperti Abbas bin Abdul Muthalib, Al-Walid bin Al-Mughirah, Abu Jahal bin Hisyam, dan Umaiyah bin Khalaf-- agar bersedia masuk Islam, tiba-tiba nyelonong seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum. 

Ia adalah anak paman dari Khadijah binti Khuwailid, yang tak lain adalah istri Rasulullah. Abdullah ini rupanya kurang sensitif membaca situasi yang sedang serius. ''Wahai Rasulullah, ajarilah saya tentang Islam dan apa pun yang diajarkan Allah kepadamu,'' katanya memotong pembicaraan. 

Bukan cuma satu-dua kali Abdullah memotong pembicaraan sehingga acara lobi itu terganggu. Karuan saja wajah Rasulullah berubah masam. Saat itulah Allah SAW menegur Muhammad lewat wahyu yang kemudian dihimpun dalam surat 'Abasa (Ia Bermuka Masam). 

''Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia juga ingin membersihkan diri (dari dosa), atau ia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat baginya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (kaya), maka kamu melayaninya. Padahal tak ada (celaan) atasmu jika ia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.'' (QS 80: 1-11) 

Dalam kitab Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul, Al-Imam Jalaluddin As- Suyuti yang mengutip At-Tirmidzi dan Al-Hakim, menyebutkan bahwa surat tersebut merupakan teguran tajam dari Allah kepada Muhammad. 

Sejak itu sikap Nabi terhadap Abdullah berubah. Dan, terbukti, Abdullah benar. Para tokoh kuat dan kaya suku Quraisy yang diajak koalisi oleh Nabi disertai harapan ''anak buah'' mereka pun akan ramai-ramai ikut masuk Islam, malah menjadi musuh besar Islam. Perlakuan kasar merekalah yang kemudian menyebabkan Rasulullah memutuskan hijrah ke Madinah. 

Dalam banyak riwayat (tarikh), kita tahu misi dan visi Nabi pada awalnya justru berhasil karena berkoalisi dengan kaum lemah (dhuafa): para mualaf, rakyat biasa dan miskin (bukan tokoh populer), para gembel, dan juga budak-budak --di samping beberapa tokoh kuat seperti Khadijah dan Abu Bakar. 

Begitu bangga Rasulullah pada mereka sampai beliau pernah berkata bahwa merekalah (kaum lemah) sebenarnya sumber kekuatan kepemimpinan beliau. Allah makin menguatkan kebenaran itu dalam surat Saba' ayat 34-35. Wallahu a'lam. (EH Kartanegara

Bahaya Kemunafikan


Bahaya Kemunafikan 


Dalam surat al-Baqarah dikisahkan tentang tiga golongan manusia. Pertama, suatu golongan yang menerima ajaran Allah secara kaffah yang disebut sebagai orang-orang yang bertakwa. 

Kedua, golongan yang menolak ajaran Allah secara mutlak yang dikenal sebagai orang-orang kafir. Golongan ini tidak saja menolak tapi juga memusuhi Islam, baik dengan perkataan maupun perbuatan. 

Ketiga ialah golongan yang memiliki dua kepribadian, yakni berkepribadian Islam jika berada di tengah-tengah kaum muslimin, dan berkepribadian ingkar ketika sedang di antara orang-orang yang memusuhi Islam. Kelompok ini dinyatakan sebagai golongan orang-orang munafik. 

Meskipun ketiga jenis golongan tersebut selalu ada dalam setiap perkembangan sejarah kehidupan manusia, namun Al-Qur'an lebih banyak menceritakan golongan orang-orang munafik karena keberadaan mereka di dunia dianggap sangat berbahaya. 

Ciri-ciri orang munafik tentu sangat bertentangan dengan sifat-sifat orang yang bertakwa. Fudhail bin 'Iyadh mengumpamakan orang yang bertakwa seperti orang yang menanam pohon kurma dan merasa takut akan tumbuh duri. Namun sebaliknya, orang munafik bagaikan orang yang menanam duri tapi mengharapkan tumbuh kurma. Orang yang bertakwa selalu beramal sembari merenungi dirinya dan merasa cemas jika amal ibadahnya tidak diterima oleh Allah. Sedangkan orang munafik, sedikit beramal tetapi membanggakan amalnya yang sedikit itu. 

Sebagaimana dituturkan oleh Rasulullah SAW, bahwa orang munafik mempunyai tiga ciri-ciri, yakni kalau berbicara berbohong, bila berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat. Apabila tiga ciri-ciri ini terdapat pada diri seseorang, maka dia itulah orang munafik. Sesungguhnya, tidak ada penyakit yang lebih berbahaya dari pada kemunafikan. Sebab kemunafikan adalah ibarat debu yang sangat lembut. Terbangnya tidak terlihat, namun tiba-tiba tampak menebal di atas benda yang ia hinggapi. Kemunafikan akan menutupi hati manusia, membuat titik-titik noda di dalamnya, sehingga ruang hati menjadi gelap. Pada gilirannya, hati menjadi sarang berbagai penyakit seperti sikap sombing, riya', ujub, dengki yang menyebabkan anugerah Allah menjadi sulit untuk diraih. 

Kemunafikan merupakan puncak perbuatan dosa. Karenanya, membersihkan diri dari sifat kemunafikan menjadi suatu keniscayaan. Sebab ia dapat merusak, menjatuhkan dan menghancurkan agama. Seorang sufi mengatakan: seandainya dosa orang-orang munafik bisa tumbuh seperti tanaman di muka bumi, maka tidak ada tempat bagi seorang mukmin untuk berjalan oleh karena banyaknya dosa mereka. Maka itu, tidak ada tempat yang layak bagi orang-orang munafik kecuali neraka yang paling dasar. Na'udzubillah min dzalik! (Tatik Chusniyati) 


Kamis, 20 Desember 2012

Soal Latihan Bahasa Arab


Soal Latihan Bahasa Arab

1.      Tanda baca dalam bahasa Arab disebut juga ….
a. Fathah                b. Kasrah                          c. Harakat                       d. Sukun                    e. Dhammah
2.      Bagaimana bunyi dari huruf disamping ….   س
a. ‘ain                    b. kaf                                c. dal                              d. sin                         e. tha
3.      Ada berapa huruf Hijaiyyah ….
harakata. 26                      b. 27                                 c. 28                               d. 29                          e. 30
4.      Tanda baca disebelah disebut tanda baca ….
a. Fathah                b. Kasrah                          c. Harakat                       d. Sukun                    e. Dhammah
5.      Dibawah ini adalah bentuk vokal mati ....
a. sukun                          b. siddah                                     c. bacaan2                                   d. dhammah panjang                              e. kasrah panjang 

6.      Bentuk angka 6 dalam bahasa arab yang betul adalah ....
a. ١                        b.  ٧                                 c.  ٨                               d. ٥                           e.   ٦
7.      Bentuk angka 9dalam bahasa arab yang betul adalah ....
a.٣                         b.٨                                   c.   ٩                              d.  ٤                          e.   ١٠
8.      Bentuk angka 6 dalam bahasa arab yang betul adalah ....
a. ١                        b.  ٧                                 c.  ٨                               d. ٥                           e.   ٦

Jin Muslim


Jin Muslim 


Seperti dikemukakan sebelum ini, ada jin yang taat kepada Allah dan ada pula yang durhaka, membangkang terhadap perintah-Nya dan mengajak kepada kedurhakaan.

Jin muslim yang taat, yang mendengar dengan tekun ayat-ayat Alquran memahami pesan-pesannya serta mengecam kaumnya yang membangkang. 

Dalam surah Al-Jin, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya kami telah mendengar Quran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk ke jalan yang benar." Demikian ucapan mereka ketika pertama kali mendengar ayat-ayat Alquran. 

"Kami sekali-kali tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami." (Al-Jin: 2--3). 

Demikian jin yang beriman mengemukakan keyakinan mereka dengan murni tidak disentuh oleh kekeruhan, tidak pula bercampur dengan khurafat. Hal ini karena sebelum mengenal Alquran, mereka telah mengenal kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa a.s., sebagaimana ucapan mereka dalam ayat lain ketika menyampaikan tentang Alquran kepada kaum mereka. Mereka berkata, "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Alquran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya legi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus." (Al-Ahqaaf: 30). 

Mereka tahu bahwa ada di antara mereka yang durhaka, mengada-ada terhadap Allah, antara lain ada yang mengatakan bahwa terjalin hubungan antara Allah dengan jin, yang menghasilkan anak-anak berupa malaikat. Jin muslim yang taat dengan tegas membantah dengan menyatakan, "Bahwa Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak." (Al-Jin: 3). 

"Orang yang kurang akal dari jenis kami, dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah." (Al-Jin: 4). 

Mereka heran dengan pernyataan itu, karena seperti kata mereka, "Sesungguhnya kami tadinya mengira bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah." (Al-Jin: 5). 

Dalam ayat-ayat di atas terbaca betapa bersih hati mereka, sampai-sampai mereka tidak menduga bahwa ada manusia atau jin yang berbohong. Tetapi, begitulah kenyataan yang mereka jumpai pada manusia dan jin yang durhaka. Bahkan lebih dari itu, ada manusia yang meminta perlindungan kepada jin, atau ada jin yang merasa dapat memberi perlindungan kepada manusia. Ada beberapa orang di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa di antara jin. Maka, jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesulitan. Demikian ucapan jin lebih lanjut, sebagaimana diabadikan dalam surah Al-Jin ayat 6. 

Meskipun jin muslim yang diceritakan di dalam Alquran itu adalah mereka yang beriman dengan benar, murni, tidak bercampur dengan khurafat, tidak menutup kemungkinan ada jin-jin muslim yang keislaman dan keimananya masih lemah. Hal itu sama halnya dengan manusia, yang juga diceritakan di dalam Alquran tentang orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, tetapi di kalangan manusia ada saja yang keimanan dan keislamannya masih lemah. 

Dengan demikian, antara bangsa manusia dengan bangsa jin ada kesamaan dalam beragama atau berkepercayaan. Jika manusia ada yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, kebatinan, dll, di kalangan bangsa jin juga demikian. Hal ini dapat kita lihat di dalam kenyataan sehari-hari bahwa banyak rekan-rekan dakwah kita yang menghadapi orang yang kesurupan, setelah ditanya agamanya apa, tern yata jin yang merasuk ke dalam tubuh manusia itu beragam: ada yang beragama, ada yang tidak; ada yang Islam, ada yang non-Islam. 

"Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (Al-Jin: 11)

Selasa, 18 Desember 2012

Seratus tokoh paling berpengaruh 2


2 ISAAC NEWTON 1642-1727

Alam dan hukum alam tersembunyi di balik malam.
Tuhan berkata, biarlah Newton ada! Dan semuanya akan terang benderang.

Isaac Newton, ilmuwan paling besar dan paling berpengaruh yang pernah hidup di dunia, lahir di Woolsthrope, Inggris, tepat pada hari Natal tahun 1642, bertepatan tahun dengan wafatnya Galileo. Seperti halnya Nabi Muhammad, dia lahir sesudah ayahnya meninggal. Di masa bocah dia sudah menunjukkan kecakapan yang nyata di bidang mekanika dan teramat cekatan menggunakan tangannya. Meskipun anak dengan otak cemerlang, di sekolah tampaknya ogah-ogahan dan tidak banyak menarik perhatian. Tatkala menginjak akil baliq, ibunya mengeluarkannya dari sekolah dengan harapan anaknya bisa jadi petani yang baik. Untungnya sang ibu bisa dibujuk, bahwa bakat utamanya tidak terletak di situ. Pada umurnya delapan belas dia masuk Universitas Cambridge. Di sinilah Newton secara kilat menyerap apa yang kemudian terkenal dengan ilmu pengetahuan dan matematika dan dengan cepat pula mulai melakukan penyelidikan sendiri. Antara usia dua puluh satu dan dua puluh tujuh tahun dia sudah meletakkan dasar-dasar teori ilmu pengetahuan yang pada gilirannya kemudian mengubah dunia.
Pertengahan abad ke-17 adalah periode pembenihan ilmu pengetahuan. Penemuan teropong bintang dekat permulaan abad itu telah merombak seluruh pendapat mengenai ilmu perbintangan. Filosof Inggris Francis Bacon dan Filosof Perancis Rene Descartes kedua-duanya berseru kepada ilmuwan seluruh Eropa agar tidak lagi menyandarkan diri pada kekuasaan Aristoteles, melainkan melakukan percobaan dan penelitian atas dasar titik tolak dan keperluan sendiri. Apa yang dikemukakan oleh Bacon dan Descartes, sudah dipraktekkan oleh si hebat Galileo. Penggunaan teropong bintang, penemuan baru untuk penelitian astronomi oleh Newton telah merevolusionerkan penyelidikan bidang itu, dan yang dilakukannya di sektor mekanika telah menghasilkan apa yang kini terkenal dengan sebutan "Hukum gerak Newton" yang pertama.
Ilmuwan besar lain, seperti William Harvey, penemu ihwal peredaran darah dan Johannes Kepler penemu tata gerak planit-planit di seputar matahari, mempersembahkan informasi yang sangat mendasar bagi kalangan cendikiawan. Walau begitu, ilmu pengetahuan murni masih merupakan kegemaran para intelektual, dan masih belum dapat dibuktikan --apabila digunakan dalam teknologi-- bahwa ilmu pengetahuan dapat mengubah pola dasar kehidupan manusia sebagaimana diramalkan oleh Francis Bacon.
Walaupun Copernicus dan Galileo sudah menyepak ke pinggir beberapa anggapan ngelantur tentang pengetahuan purba dan telah menyuguhkan pengertian yang lebih genah mengenai alam semesta, namun tak ada satu pokok pikiran pun yang terumuskan dengan seksama yang mampu membelokkan tumpukan pengertian yang gurem dan tak berdasar seraya menyusunnya dalam suatu teori yang memungkinkan berkembangnya ramalan-ramalan yang lebih ilmiah. Tak lain dari Isaac Newton-lah orangnya yang sanggup menyuguhkan kumpulan teori yang terangkum rapi dan meletakkan batu pertama ilmu pengetahuan modern yang kini arusnya jadi anutan orang.
Newton sendiri agak ogah-ogahan menerbitkan dan mengumumkan penemuan-penemuannya. Gagasan dasar sudah disusunnya jauh sebelum tahun 1669 tetapi banyak teori-teorinya baru diketahui publik bertahun-tahun sesudahnya. Penerbitan pertama penemuannya adalah menyangkut penjungkir-balikan anggapan lama tentang hal-ihwal cahaya. Dalam serentetan percobaan yang seksama, Newton menemukan fakta bahwa apa yang lazim disebut orang "cahaya putih" sebenarnya tak lain dari campuran semua warna yang terkandung dalam pelangi. Dan ia pun dengan sangat hati-hati melakukan analisa tentang akibat-akibat hukum pemantulan dan pembiasan cahaya. Berpegang pada hukum ini dia --pada tahun 1668-- merancang dan sekaligus membangun teropong refleksi pertama, model teropong yang dipergunakan oleh sebagian terbesar penyelidik bintang-kemintang saat ini. Penemuan ini, berbarengan dengan hasil-hasil yang diperolehnya di bidang percobaan optik yang sudah diperagakannya, dipersembahkan olehnya kepada lembaga peneliti kerajaan Inggris tatkala ia berumur dua puluh sembilan tahun.
Keberhasilan Newton di bidang optik saja mungkin sudah memadai untuk mendudukkan Newton pada urutan daftar buku ini. Sementara itu masih ada penemuan-penemuan yang kurang penting di bidang matematika murni dan di bidang mekanika. Persembahan terbesarnya di bidang matematika adalah penemuannya tentang "kalkulus integral" yang mungkin dipecahkannya tatkala ia berumur dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun. Penemuan ini merupakan hasil karya terpenting di bidang matematika modern. Bukan semata bagaikan benih yang daripadanya tumbuh teori matematika modern, tetapi juga perabot tak terelakkan yang tanpa penemuannya itu kemajuan pengetahuan modern yang datang menyusul merupakan hal yang mustahil. Biarpun Newton tidak berbuat sesuatu apapun lagi, penemuan "kalkulus integral"-nya saja sudah memadai untuk menuntunnya ke tangga tinggi dalam daftar urutan buku ini.
Tetapi penemuan-penemuan Newton yang terpenting adalah di bidang mekanika, pengetahuan sekitar bergeraknya sesuatu benda. Galileo merupakan penemu pertama hukum yang melukiskan gerak sesuatu obyek apabila tidak dipengaruhi oleh kekuatan luar. Tentu saja pada dasarnya semua obyek dipengaruhi oleh kekuatan luar dan persoalan yang paling penting dalam ihwal mekanik adalah bagaimana obyek bergerak dalam keadaan itu. Masalah ini dipecahkan oleh Newton dalam hukum geraknya yang kedua dan termasyhur dan dapat dianggap sebagai hukum fisika klasik yang paling utama. Hukum kedua (secara matcmatik dijabarkan dcngan persamaan F = m.a) menetapkan bahwa akselerasi obyek adalah sama dengan gaya netto dibagi massa benda. Terhadap kedua hukum itu Newton menambah hukum ketiganya yang masyhur tentang gerak (menegaskan bahwa pada tiap aksi, misalnya kekuatan fisik, terdapat reaksi yang sama dengan yang bertentangan) serta yang paling termasyhur penemuannya tentang kaidah ilmiah hukum gaya berat universal. Keempat perangkat hukum ini, jika digabungkan, akan membentuk suatu kesatuan sistem yang berlaku buat seluruh makro sistem mekanika, mulai dari pergoyangan pendulum hingga gerak planit-planit dalam orbitnya mengelilingi matahari yang dapat diawasi dan gerak-geriknya dapat diramalkan. Newton tidak cuma menetapkan hukum-hukum mekanika, tetapi dia sendiri juga menggunakan alat kalkulus matematik, dan menunjukkan bahwa rumus-rumus fundamental ini dapat dipergunakan bagi pemecahan problem.
Hukum Newton dapat dan sudah dipergunakan dalam skala luas bidang ilmiah serta bidang perancangan pelbagai peralatan teknis. Dalam masa hidupnya, pemraktekan yang paling dramatis adalah di bidang astronomi. Di sektor ini pun Newton berdiri paling depan. Tahun 1678 Newton menerbitkan buku karyanya yang masyhur Prinsip-prinsip matematika mengenai filsafat alamiah (biasanya diringkas Principia saja). Dalam buku itu Newton mengemukakan teorinya tentang hukum gaya berat dan tentang hukum gerak. Dia menunjukkan bagaimana hukum-hukum itu dapat dipergunakan untuk memperkirakan secara tepat gerakan-gerakan planit-planit seputar sang matahari. Persoalan utama gerak-gerik astronomi adalah bagaimana memperkirakan posisi yang tepat dan gerakan bintang-kemintang serta planit-planit, dengan demikian terpecahkan sepenuhnya oleh Newton hanya dengan sekali sambar. Atas karya-karyanya itu Newton sering dianggap seorang astronom terbesar dari semua yang terbesar.
Apa penilaian kita terhadap arti penting keilmiahan Newton? Apabila kita buka-buka indeks ensiklopedia ilmu pengetahuan, kita akan jumpai ihwal menyangkut Newton beserta hukum-hukum dan penemuan-penemuannya dua atau tiga kali lebih banyak jumlahnya dibanding ihwal ilmuwan yang manapun juga. Kata cendikiawan besar Leibniz yang sama sekali tidak dekat dengan Newton bahkan pernah terlibat dalam suatu pertengkaran sengit: "Dari semua hal yang menyangkut matematika dari mulai dunia berkembang hingga adanya Newton, orang itulah yang memberikan sumbangan terbaik." Juga pujian diberikan oleh sarjana besar Perancis, Laplace: "Buku Principia Newton berada jauh di atas semua produk manusia genius yang ada di dunia." Dan Langrange sering menyatakan bahwa Newton adalah genius terbesar yang pernah hidup. Sedangkan Ernst Mach dalam tulisannya di tahun 1901 berkata, "Semua masalah matematika yang sudah terpecahkan sejak masa hidupnya merupakan dasar perkembangan mekanika berdasar atas hukum-hukum Newton." Ini mungkin merupakan penemuan besar Newton yang paling ruwet: dia menemukan wadah pemisahan antara fakta dan hukum, mampu melukiskan beberapa keajaiban namun tidak banyak menolong untuk melakukan dugaan-dugaan; dia mewariskan kepada kita rangkaian kesatuan hukum-hukum yang mampu dipergunakan buat permasalahan fisika dalam ruang lingkup rahasia yang teramat luas dan mengandung kemungkinan untuk melakukan dugaan-dugaan yang tepat.
Dalam uraian yang begini ringkas, adalah mustahil membeberkan secara terperinci penemuan-penemuan Newton. Akibatnya, banyak karya-karya yang agak kurang tenar terpaksa harus disisihkan biarpun punya makna penting di segi penemuan dalam bidang masalahnya sendiri. Newton juga memberi sumbangsih besar di bidang thermodinamika (penyelidikan tentang panas) dan di bidang akustik (ilmu tentang suara). Dan dia pulalah yang menyuguhkan penjelasan yang jernih bagai kristal prinsip-prinsip fisika tentang "pengawetan" jumlah gerak agar tidak terbuang serta "pengawetan" jumlah gerak sesuatu yang bersudut. Antrian penemuan ini kalau mau bisa diperpanjang lagi: Newtonlah orang yang menemukan dalil binomial dalam matematika yang amat logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Mau tambah lagi? Dia juga, tak lain tak bukan, orang pertama yang mengutarakan secara meyakinkan ihwal asal mula bintang-bintang.
Nah, sekarang soalnya begini: taruhlah Newton itu ilmuwan yang paling jempol dari semua ilmuwan yang pernah hidup di bumi. Paling kemilau bagaikan batu zamrud di tengah tumpukan batu kali. Taruhlah begitu. Tetapi, bisa saja ada orang yang mempertanyakan alasan apa menempatkan Newton di atas pentolan politikus raksasa seperti Alexander Yang Agung atau George Wasington, serta disebut duluan ketimbang tokoh-tokoh agama besar seperti Nabi Isa atau Budha Gautama. Kenapa mesti begitu?
Pertimbangan saya begini. Memang betul perubahan-perubahan politik itu penting kalau tidak teramat penting. Walau begitu, bagaimanapun juga pada umumnya manusia sebagaian terbesar hidup nyaris tak banyak beda antara mereka di jaman lima ratus tahun sesudah Alexander wafat dengan mereka di jaman lima ratus sebelum Alexander muncul dari rahim ibunya. Dengan kata lain, cara manusia hidup di tahun 1500 sesudah Masehi boleh dibilang serupa dengan cara hidup buyut bin buyut bin buyut mereka di tahun 1500 sebelum Masehi. Sekarang, tengoklah dari sudut perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam lima abad terakhir, berkat penemuan-penemuan ilmiah modern, cara hidup manusia sehari-hari sudah mengalami revolusi besar. Cara berbusana beda, cara makan beda, cara kerja dan ragamnya beda. Bahkan, cara hidup santai berleha-leha pun sama sekali tidak mirip dengan apa yang diperbuat orang jaman tahun 1500 sesudah Masehi. Penemuan ilmiah bukan saja sudah merevolusionerkan teknologi dan ekonomi, tetapi juga sudah mengubah total segi politik, pemikiran keagamaan, seni dan falsafah. Sangat langkalah aspek kehidupan manusia yang tetap "jongkok di tempat" tak beringsut sejengkal pun dengan adanya revolusi ilmiah. Alasan ini --sekali lagi alasan ini-- yang jadi sebab mengapa begitu banyak ilmuwan dan penemu gagasan baru tercantum di dalam daftar buku ini. Newton bukan semata yang paling cerdas otak diantara barisan cerdas otak, tetapi sekaligus dia tokoh yang paling berpengaruh di dalam perkembangan teori ilmu. Itu sebabnya dia peroleh kehormatan untuk didudukkan dalam urutan hampir teratas dari sekian banyak manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Newton menghembuskan nafas penghabisan tahun 1727, dikebumikan di Westminster Abbey, ilmuwan pertama yang memperoleh penghormatan macam itu.