Awali Hidup Ini Dengan Membaca Basmallah
Semoga Amal Ibadah Kita Diterima Allah S.W.T .....Amien...

link

Senin, 16 Maret 2015

KEUTAMAAN RAMADHAN DAN PUASA



1.    Alloh Ta’ala berfirman :
شَهْرُ مَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`an” (QS Al-Baqoroh : 185).
2.    Alloh Ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami menurunkannya di malam lailatul qodar.” (QS Al-Qodar : 1).
3.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَمَاءِ وَأُغْلِقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمِ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِيْن
“Apabila Ramadhan telah masuk, pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu jahannam ditutup serta syaithan-syaithan dibelenggu.”
Di dalam riwayat lain :
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ
“Apabila Ramadhan telah datang, pintu-pintu surga dibuka”.
Di dalam riwayat lain :
فُتِحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ
“pintu rahmat dibuka”. (Muttafaq ’alaihi)
4.    Di dalam hadits riwayat Turmudzi :
وَيُنَادِي مُنَاٍد : يَا بَاغِيَ الخَيْرِ هَلُمَّ وأَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِ أَقْصِرْ وِلْلَّهِ عتقاءُ مِنَ النَّارِ وَ ذلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ حَتَّى يَنْقَضِيَ رَمَضَان
“Berseru seorang penyeru, wahai orang yang menghendaki kebaikan lakukan dan laksanakanlah, wahai orang yang menghendaki keburukan kurangilah. Dan Alloh memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka dan hal ini terjadi setiap malam sampai berakhirnya Ramadhan.” (dihasankan oleh al-Albani).
5.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلى مَا شَاءَ اللَّهُ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amal bani Adam dilipatgandakan, kebaikan diganjar sepuluh kali lipat yang sepadan dengannya hingga sampai seratus kali lipat, bahkan hingga sampai kepada apa yang Alloh kehendaki. Alloh Azza wa Jalla berfirman : kecuali puasa, karena se-sungguhnya puasa itu untukku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwat dan makannya hanya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan tatkala ia berbuka dan kegembiraan tatkala ia bertemu dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut seorang yang berpuasa itu adalah lebih harum di sisi Alloh dibandingkan harumnya kesturi.” (muttafaq ’alaihi).
6.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut dengan ar-Royyan. Orang-orang yang berpuasa masuk darinya pada hari kiamat, dan tidak ada seorangpun selain mereka yang dapat memasukinya. Apabila mereka (orang-orang yang berpuasa, pent.) telah memasukinya pintu tersebut ditutup, dan tidak ada lagi seorangpun yang dapat memasukinya.” (Muttafaq ’alaihi).
7.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan keimanan dan ihtisab (mengharap balasan dari Alloh) maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (Muttafaq ’alaihi).
8.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
وَالصَّلوَاتُ الخَمْسُ وَالجُمْعَةُ إِلى الجُمْعَةِ وَرَمَضَان إِلى رَمَضَانِ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَتْ الكَبَائِرُ
“...antara sholat lima waktu, antara Jum’at yang satu ke Jum’at yang lain dan antara Ramadhan yang satu ke Ramadhan yang lain, terdapat kafarat (penghapus dosa) diantaranya, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim).
9.    Dari Abi Umamah beliau berkata : Aku mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan aku berkata :
مُرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ
“Tunjukkan padaku amalan yang dapat memasukkanku ke surga.”
Beliau menjawab :
عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ عِدْلَ لَهُ
“berpuasalah karena tidak ada yang sepadan dengannya.”
Kemudian aku mendatangi beliau kedua kalinya, beliau tetap berkata :
عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ
“Berpuasalah”. (Shahih, HR. Ahmad).
10. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Alloh, melainkan Alloh jauhkan pada hari itu wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh kharif (jarak perjalanan).” (HR. Muslim).
11. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيه
“Puasa dan Al-Qur`an memberikan syafa’at bagi seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata : Wahai Rabb, sesungguhnya aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka berilah dia syafa’at karenaku.” (Shahih, HR. Ahmad dan selainnya).

Sabtu, 14 Maret 2015

Kelompok huruf-huruf Halqiyah (Tenggorokan)



Huruf-hurufnya adalah: hamzah, ha', 'ain, ha, ghain dan kha.
Huruf hamzah dan ha’ makhrajnya di tenggorokan bagian dalam.
Huruf ‘ain dan ha makhrajnya di tenggorokan bagian tengah.
Huruf ghain dan kha makhrajnya di tenggorokan bagian luar.

Tempat Keluar Huruf (Makhraj)


Tiap-tiap huruf hijaiyah mempunyai tempat keluarnya masing-masing dari bagian-bagian mulut tertentu. Tempat keluar huruf ini dinamakan Makhraj. Makhraj huruf ini dapat dikelompokkan atas:

  1. Kelompok huruf-huruf Halqiah (Tenggorokan)
  2. Kelompok huruf-huruf Lahawiyah (Tekak)
  3. Kelompok huruf-huruf Syajariah (Tengah Lidah)
  4. Kelompok huruf-huruf Asaliyah (Ujung Lidah)
  5. Kelompok huruf-huruf Dzalaqiyah (Pinggir Lidah)
  6. Kelompok huruf-huruf Nith'iyah (Langit-langit Mulut)
  7. Kelompok huruf-huruf Litsawiyah (Gusi)
  8. Kelompok huruf-huruf Syafawiyah (Bibir) 

Jumat, 13 Maret 2015

Puasa Ramadhan dan Hukumnya




1.    Definisi puasa: ialah menahan diri dari makan, minum, jima’ dan seluruh hal yang dapat membatalkannya dengan niat beribadah kepada Alloh Ta’ala dari semenjak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
2.    Hukumnya: wajib atas setiap muslim yang telah baligh (dewasa), berakal, mampu melaksanakannya dan muqim (menetap). Wajib pula bagi wanita apabila telah suci dari haidh (menstruasi) dan nifas (darah pasca bersalin).
3.    Ramadhan ditetapkan dengan melihat hilal (bulan sabit muda) atau menyempurnakan Sya’ban sebanyak 30 hari [apabila terhalang melihat hilal, pent.].
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَان ثَلَاثِينَ يَوْمًا
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Apabila (penglihatan) kalian terhalang maka sempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (Muttafaq ‘alaihi)
4.    Hukum Niat: wajib berniat untuk puasa ramadhan dan bagi orang yang berpuasa cukuplah baginya meniatkan di dalam hatinya. Tidak ada dalilnya melafazhkan niat baik ketika puasa ataupun sholat. Barangsiapa yang bersahur sebelum fajar maka ia telah berniat dan barangsiapa yang menahan dari makan, minum dan pembatal puasa di tengah hari dengan ikhlas kepada Alloh, maka ia telah berniat walaupun ia tidak bersahur. [Lihat Fiqhus Sunnah].   

PUASA TERMASUK RUKUN ISLAM




Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun atas lima hal :
1.    Syahadat (persaksian) Laa ilaaha illalloh
[لا معبودا بحق إلا الله : tiada sesembahan yang hak kecuali Alloh] dan Muhammad Rasulullah [Muhammad yang Alloh mengutus beliau untuk menyampaikan agama-Nya dan wajib mentaati beliau di dalam semua yang beliau sampaikan dari Alloh.]

2.    Menegakkan Sholat
[menunaikan pada waktunya dengan memenuhi rukun-rukun dan kewajiban-kewajibannya dengan tenang dan khusyu’.]

3.    Menunaikan Zakat
[Apabila seorang muslim memiliki sekurang-kurangnya 85 gram emas atau uang yang senilai dengannya, maka ia harus membayarkan zakatnya sebesar 2,5 persen setelah satu tahun. Adapun selain uang maka ada ukurannya tersendiri.]

4.    Pergi haji ke Baitullah
[bagi orang yang memiliki kemampuan, yaitu orang yang memiliki biaya perjalanan pulang pergi beserta nafaqoh-nya sedangkan ia tidak memiliki hutang.]

5.    Berpuasa Ramadhan
[yaitu menahan diri dari makan, minum, jima’ (berkumpul dengan isteri) dan setiap hal yang dapat membatalkan puasa dari fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala.] (Muttafaq ‘alaihi)

Ayat alquran tentang puasa


AYAT TENTANG PUASA


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqoroh : 183-185)

Faidah Ayat

1.   Alloh mewajibkan puasa terhadap kaum mukminin sebagaimana Alloh wajibkan atas orang-orang sebelum mereka yang mana di dalam puasa ini terdapat faidah-faidah bagi dunia dan akhirat.
2.   Diperolehnya tingkatan takwa kepada Alloh Azza wa Jalla di dalam puasa.
3.   Puasa itu hari-harinya spesifik tertentu, namun tidaklah lebih dari tiga puluh hari.
4.   Orang yang sakit dan musafir, diperbolehkan berbuka pada bulan Ramadhan dan wajib atas mereka menggantinya (qodho).
5.   Dahulu, ada pilihan antara berbuka di bulan ramadhan dan membayar fidyah atau berpuasa, kemudian hukumnya dimansukh (dihapus) dan berpuasa di bulan Ramadhan menjadi wajib hukumnya.
6.   Keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan Al-Qur`an yang Alloh turunkan di dalamnya. Perlu diketahui bahwa yang namanya inzal (menurunkan Al-Qur`an) itu pastilah dari atas ke bawah, oleh karena itulah inzal ini menunjukkan atas ketinggian Alloh di atas arsy-Nya sebagaimana ditegaskan tentangnya ayat-ayat dan hadits-hadits nabi yang shahih (autentik).
7.   Wajibnya berpuasa atas mukallaf (orang yang mendapatkan beban kewajiban) yang mendapati bulan Ramadhan.
8.   Syariat Alloh yang samhah (toleran/lapang) dan mudah, jauh dari kesukaran dan kesulitan.
9.   Mengagungkan Alloh dengan bertakbir pada hari ied dan ucapan syukur atas nikmat-nikmat Alloh.

Kamis, 12 Maret 2015

Meminta Sesuatu Harus Istiqamah





Fir'aun memang keterlaluan. Betapa tidak, ia sudah jelas-jelas tidak dapat membuktikan kebohongan nabi Musa dan nabi Harun as. Relung hatinya yang paling dalam sebenarnya meyakini kebenaran keduanya, akan tetapi, sifat kezhaliman dan perasaan tingginya menghalanginya untuk mengakui kebenaran itu (QS An-Naml [27]: 14). Ia juga telah dinasehati oleh seorang lelaki dari keluarganya dengan nasehat yang sangat yang menggugahnya untuk mempergunakan akal dan logika sehatnya, akan tetapi, tetap saja ia takabbur (QS Ghafir [40]: 28). Dan ia selalu dirundung ujian-ujian berat dari Allah swt sebanyak tujuh kali. Setiap kali datang cobaan itu, ia dan bala tentaranya tidak mampu mengatasinya. Ujung-ujungnya, ia meminta tolong kepada nabi Musa as agar memohon kepada Allah swt supaya cobaan-cobaan-Nya dihentikan. Begitulah memang sifat para thaghut itu, mereka hanya menempatkan para kekasih Allah sebagai tukang do'a saja, sementara da'wah dan ajarannya tidak diindahkan (kelakuan!!!).

Do'a nabi Musa as dikabulkan Allah swt, suatu bukti atas kebenaran da'wahnya. Namun, setiap kali cobaan itu berakhir, Fir'aun kembali lagi kepada kezhalimannya. Karena sangat keterlaluannya itulah, akhirnya nabi Musa as memanjatkan do'a kepada Allah swt dengan diamini nabi Harun as. Do'anya berbunyi:

Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksan yang pedih." (QS Yunus [10]: 88).

Yang ingin saya tekankan di sini bukanlah kelanjutan kisah Fir'aun laknatullah 'alaih, akan tetapi, tentang nabi Musa as. Berkenaan dengan do'a yang dipanjatkan nabi Musa as dan yang diamnini oleh nabi Harun as tersebut, Allah swt berfirman:

Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu istiqamah-lah (tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus) dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui". (QS Yunus [10]: 89).

Jawaban Allah swt ini minimal menjelaskan dua komitmen yang harus dipenuhi oleh nabi Musa dan Harun as atas terkabulkannya do'a itu, yaitu:
1.Keduanya harus istiqamah (konsisten) dengan da'wah, dan dengan ajaran Allah swt.
2.Keduanya tidak boleh mengikuti jalan orang-orang yang tidak berilmu.
Memang, memohon atau meminta atau menuntut sesuatu, berarti siap beristiqamah.

Dalam sirah dan sunnah nabawiyyah bersama para sahabatnya, ada beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan dan menegaskan hal ini, menegaskan bahwa kita tidak boleh terlalu banyak meminta, memohon ataupun menuntut, sebab, permintaan, permohonan dan tuntutan itu berat tanggung jawabnya, sebab, kita harus siap istiqamah (konsisten), padahal tidak ada seseuatu yang terasa berat dalam hidup ini yang melebihi istiqamah, bahkan Rasulullah saw sendiri sampai beruban karena mendapatkan perintah untuk ber-istiqamah.

Beliau bersabda : Surat Hud dan saudara-saudaranya telah menjadikan diriku beruban.

Para ulama' mengatakan bahwa yang membuat beliau beruban dari surat Hud itu adalah perintah Allah yang memerintahkan beliau saw untuk istiqamah, yaitu pada QS Hud [11]: 112.

Di dalam surat Al Maidah, ada larangan dari Allah swt kepada orang-orang beriman agar mereka tidak banyak bertanya, meminta dan menuntut kepada nabi Muhammad saw. Allah swt berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu (QS Al Maidah [5]: 101).

Di dalam surat Al Hujurat ada peringatan Allah swt berkenaan dengan hal yang seperti ini. Allah swt berfirman:

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (QS Al Hujurat [49]: 7).

Di dalam sunnah Rasulullah saw ada satu peringatan agar kita tidak banyak bertanya, meminta, memohon dan menuntut, dan selanjutnya beliau memberikan pengarahan yang sangat baik, beliau bersabda:

Biarkanlah diriku (maksudnya: kalian jangan banyak meminta dan menuntut) sebagaimana apa yang saya tinggalkan kepada kalian, sesungguhnya, yang menjadikan kancur orang-orang sebelum kalian tiada lain adalah banyaknya pertanyaan (permintaan, permohonan dan tuntutan) mereka, serta berselisihnya mereka kepada para nabi mereka, (karenanya, bersikaplah) jika aku melarang sesuatu pada kalian, maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan sesuatu, kerjakanlah semampu kalian (HR Muttafaqun 'alaih).

Dalam kehidupan berorganisasi, seperti dalam Partai Keadilan ini, kadangkala ada "kelambanan-kelambanan' organisasi dalam bersikap, dan bertindak, atau dalam memberikan bayanat dalam hal-hal tertentu yang membutuhkannya, atau dalam hal-hal lainnya. Kadangkala pula sebagian kader banyak memberikan kritikan, usulan, saran dan sebagainya. Kepada mereka perlu saya ingatkan, ini semuanya adalah bentuk-bentuk su-al (pertanyaan, permintaan, permohonan atau tuntutan) sebagaimana yang saya bicarakan dalam taujih ini. Bukan maksud saya untuk melarang semua ini, akan tetapi, saya hanya ingin mengingatkan bahwa siapa saja yang menanyakan sesuatu, atau meminta, atau memohon, atau menuntut, ia harus siap dan konsisten terhadap kemungkinan dikabulkannya pertanyaan, permintaan, permohonan dan tuntutan itu, dan ia harus siap ber-istiqamah terhadapnya, ingatlah cerita tentang nabi Musa dan nabi Harus as di atas. Ingat pulalah ayat-ayat dan hadits yang berbicara tentang hal ini, dan tentunya, jangan lupa juga, mohonlah kekuatan, hidayah, 'inayah dan ri'ayah dari Allah swt agar kita bisa memenuhi secara konsisten dan istiqamah apa-apa yang kita pertanyakanan, atau kita mintakan, atau kita mohonkan atau kita tuntut. Semoga kita semua senantiasa berada di atas jalan-Nya, dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah, amiiiien.

Kisah Segelas Susu





Suatu hari, Khalifah Abu Bakar al-Shidiq kembali dari pasar. Di rumah, beliau melihat segelas susu murni di atas meja. Karena rasa haus akibat aktivitas yang melelahkan, beliau meminum susu tersebut tanpa curiga sedikit pun tentang asal-usul segelas susu tersebut.

Saat itu, pembantu beliau masuk rumah dan menyaksikan tuannya telah menghabiskan segelas susu yang dia letakkan di atas meja, selanjutnya ia berkata, ''Ya Tuanku, biasanya sebelum engkau memakan dan meminum sesuatu pasti menanyakan lebih dulu asal-muasal makanan dan minuman tersebut, mengapa sewaktu meminum susu tadi engkau tidak bertanya sedikit pun tapi langsung meminumnya?'' Dengan rasa kaget, Abu Bakar bertanya, ''Memangnya susu ini dari mana?'' Pembantunya menjawab, ''Begini, ya Tuanku, pada zaman jahiliyah dulu dan sebelum masuk Islam, saya adalah kahin (dukun) yang menebak nasib seseorang.

Suatu kali setelah saya ramal nasib seorang pelanggan, dia tidak sanggup membayar karena tidak punya uang, tapi dia berjanji suatu saat akan membayar. Tadi pagi saya bertemu di pasar dan dia memberikan susu itu sebagai bayaran untuk utang yang dulu belum sempat dia bayar.'' Mendengar itu, langsung Abu Bakar memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut dan mengoyang-goyangkan anak lidah agar muntah. Beliau berusaha untuk mengeluarkan susu tersebut dari perutnya, dan tidak ingin sedikit pun tersisa. Bahkan dalam riwayat itu disebutkan, beliau sampai pingsan karena berusaha memuntahkan seluruh susu yang telanjur beliau minum dan berkata, ''Walaupun saya harus mati karena mengeluarkan susu ini dari perut saya, saya rela.''

Banyak disebutkan dalam kisah para sahabat Nabi, para salafu al shalih sangat menjaga setiap makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam perut. Ketika mereka sudah benar-benar yakin bahwa makanan tersebut halal seratus persen, barulah mereka berani memakannya, tapi kalau masih berbau syubhat apalagi haram mereka tidak mau memakannya, walaupun harus kelaparan. Para salafu al shalih sangat takut kepada hadis Nabi, ''Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka api neraka lebih pantas untuknya.'' Di samping itu, mereka sangat yakin bahwa makanan adalah sumber tenaga dan inspirasi untuk tubuh dan otak. Makanan yang halal akan membuat tubuh gampang untuk melaksanakan ibadah.

Kehati-hatian mereka juga untuk keluarga. Mereka tidak mau memberi makanan yang haram kepada keturunannya agar melahirkan sifat terpuji, karena yakin ketika keluarga diberi makanan yang haram, jangan diharapkan istri dan anak kita akan membawa kedamaian di tengah keluarga. Sang anak dan istri akan jauh dari sifat shalih dan shalihah. Istri-istri di zaman sahabat dan salaf al shalih selalu berpesan kepada suaminya sebelum berangkat kerja, ''Wahai suamiku, kami kuat menahan lapar, tapi tidak kuat terhadap api neraka, carilah rezeki yang halal untuk kami

Menjadi Anshar





Warga Madinah di masa Nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik penduduk negeri. Mereka tidak cuma memberi sedekah kepada kaum Muhajirin yang fakir, tidak bermodal bisnis, dan kelaparan. Bahkan, membagi sebagian rumah, tanah, dan perabotan mereka kepada saudara seiman itu. Malah, bila Muhajirin mau, yang lebih baik bagi mereka.

Benarlah firman-Nya, ''Dan mereka [kaum Anshar] mengutamakan [kaum Muhajirin] dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan [apa yang mereka berikan]'' (QS Al-Hasyr: 9). Karenanya, kaum Anshar telah diridai Allah dan telah disediakan surga (QS At-Taubah: 100). Tiada kemenangan yang lebih besar daripada selamat dari neraka, masuk surga, dan diridhai-Nya.

Sesungguhnya, sejak Futuh(pembebasan) Mekkah, maka hijrah seperti yang dilakukan kaum Muhajirin telah berakhir. Sabda Beliau, ''tidak ada lagi hijrah setelah futuh.'' (HR Bukhari-Muslim). Apalagi, dakwah telah tersebar dan umat Islam telah ada dimana-mana. Maka, agar kemuliaan yang diterima kaum Anshar juga kita peroleh, kita perlu berupaya menjadi Anshar diin Allah.

Dasar pemikiran yang selama ini terkungkung ideologi jahiliyah dan sistem sekuler harus diubah. Standar penilaian bahwa sesuatu itu baik atau buruk sepenuhnya merujuk Allah, meski mayoritas warga dunia lainnya menilai sebaliknya. Interaksi antarwarga didasari keimanan, yang memancarkan persaudaraan, sikap saling menyayangi dan menolong bagaikan mencintai diri sendiri. Sungguhpun Nabi mengakui perbedaan latar belakang suku, bangsa, asal daerah, dan lain-lain, tetapi itu tidak dijadikan sekat pembatas, apalagi basis loyalitas.

Islam-lah yang melenyapkan perselisihan, kedengkian, bahkan peperangan antara Bani Aus dan Khazraj. Sesuatu yang kini justru terjadi di Aceh, jazirah Arab, dan lain-lain. Mereka yang tadinya miskin, termasuk kaum Anshar, setelah Nabi datang membawa Islam dan bersedianya mereka berkorban demi kejayaan kalimah Allah, menjadi kaya dan mampu menyantuni pendatang baru. Kaum Yahudi, yang awalnya menguasai pasar jazirah Arab dengan praktik oligopoli, rente, dan monopoli, tersingkirkan, sehingga konsumen mendapat keadilan. Kejayaan dunia dan akhirat inilah yang harus diraih Muslim Indonesia dengan menjadi Anshar Abad XXI dalam penegakan Islam dan penyebaran rahmatan lil alamiin