Awali Hidup Ini Dengan Membaca Basmallah
Semoga Amal Ibadah Kita Diterima Allah S.W.T .....Amien...

link

Rabu, 13 Juni 2012

Nasyid

Saya pernah membaca satu tulisan tentang sebuah diskusi. Tulisan ini sangat menarik perhatian saya. Saya ingin, kalianpun tertarik dengan diskusi ini.

Diskusi ini berangkat dari satu pertanyaan: kenapa pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyyah “kurang begitu populis” dan kenapa fikrah-fikrah bathilah (yang tidak benar) justru lebih populis? Padahal, kalau kita cermati (khususnya oleh kalangan terpelajar), banyak sekali pemikiran dan produk-produk ijtihad Ibnu Taimiyyah yang sangat brilian, bahkan banyak pula yang diadopsi oleh para ulama’ dan kiai (dalam kenyataannya, meskipun mereka sangat menentang dan anti pati begitu mendengar nama Ibnu Taimiyyah).

Salah satu jawaban yang menarik perhatian saya secara kuat adalah jawaban yang mengatakan: “Karena Ibnu Taimiyyah tidak didukung oleh banyak penyair, dan hampir tidak ada syi’ir-syi’ir dukungan terhadapnya yang disenandungkan (di-nasyid-kan)!!!

Nasyid adalah senandung, ia mirip lagu atau bahkan ia adalah lagu. Karena ia sebuah lagu, ia mudah dihafal, enteng pula dinyanyikan. Ia bisa dilantunkan saat kita berjalan, ia bisa dikumandangkan saat ia rebahan, bisa pula sambil naik kendaraan, bisa pula sambil menimang anak, bisa pul sambil ini, sambil itu dan sambil-sambil lainnya, namanya juga nasyid. Singkatnya, nasyid mudah sekali populis.

Karenanya, bila kita mampu menggubag suatu atau beberapa -apalagi banyak nasyid- yang berisi AL HAQQ, maka mudah sekali AL HAQQ itu populis.

Ada satu hal lagi -barangkali- yang menyebabkan nasyid lebih cepat populis. Masyarakat kita (paling tidak di Jawa), senang sekali mengadakan hajatan; menikahkan anak, mengkhitankannya, walimah aqiqah, peringatan ini, peringatan itu dan lain sebagainya.

Untuk acara hajatan seperti itu, tidak bisa kita paksakan kepada mereka, harus diam, tanpa bunyi-bunyian, apalagi di era leketronik seperti ini, terlebih lagi di era digital dan teknologi MP3 yang gegap gempita ini. Tidak bisa pula kita paksakan harus memutar kaset tilawah secara terus menerus. Masyarakat juga merasa bahwa untuk acara-acara peringatan-peringatan yang bernuansa Islam, tidak pantas pula diputarkan lagu-lagu dangdut, pop, apalagi jazz dan semacamnya. Jadilah nasyid itu suatu alternatif yang -bagi mereka- jalan keluar yang sangat passs

Dari gambaran di atas, saya menjadi berpikir ulang, kenapa para ulama’ terdahulu banyak menggubah nazham (semacam sya’ir) untuk mengemas ilmu-ilmu yang termasuk kategori berat, seperti: ilmu nahwu, sharaf, balaghah, musthalah hadits dan semacamnya, sehingga kita melihat sebagian daftar nazham berikut ini: Pada ilmu nahwu ada: muhatul i’rab, al ‘imrithi, al fiyah Ibnu Malik dan lain sebagainya. Dalam bidang ilmu hadits ada nazham alfiyah Al “Iraqi dan alfiyah As-Suyuthi. Bahkan ada pula ilmu fiqih yang di-nazham-kan, yang dikenal dengan nama matan Zubad.

Salah satu sisi rahasianya barangkali, agar ilmu-ilmu itu mudah dihafal oleh anak-anak, saat mereka masih memiliki kemampuan photographic memory (kemampuan merekam seperti photo).

Ya laita ddu’aata yahfazhuuna hazhihin-Nuzhum (aduh, betapa indahnya, jika para da’i menghafal nazham-nazham ini)!!!

Bahkan ada pula ilmu-ilmu syar’iyyah yang digubah menjadi suatu nazhami dalam bahasa daerah, Jawa misalnya. Ada nazham fiqih, nazham tajwid, dan nazham-nazham lainnya dalam bahasa daerah, sehingga, dengan mudah anak-anak, dan masyarakat pada umumnya memahami kandungan ilmu-ilmu syar’i tersebut.

Banyak pula nazham yang digubah untuk mendukung partai-partai tertentu, dan nazham-nazham itu disosialisasikan dalam kampanye-kampanye menjelang pemilihan umum, semuanya dengan tujuan agar para simpatisan bisa men-senandung-kannya kapan saja, dimana saja dan dalam keadaan bagaimana saja. Dengan demikian, dengan sadar atau tidak dengan sadar, apa yang disenandungkan itu masuk ke dalam hatinya, menguasai dirinya dan mengarahkan tangannya untuk memilih dan mencoblos tanda gambar partai pemilik senandung itu.

Bila permasalahan nasyid ini kita tarik ke belakang, kepada sejarah da’wah dan sirah nabi Muhammad saw dan para sahabat beliau, ternyata kita juga ketemukan bahwa beliau saw mempunyai beberapa (kalau tidak bisa dikatakan banyak) penyair.

Ada Hassan bin Tsabit -Radhiyallahu ‘anhu-, yang Rasulullah saw bersabda: qul ya Hassan wa Jibriilu ma’aka (jawab dan katakan wahai Hassan -maksudnya bin Tsabit- dan Malaikat Jibril bersamamu).

Ada Abdullah bin Rawahah -Radhiyallahu ‘anhu-, yang syi’ir jihadnya sangat menggugah para mujahidin, yang diantaranya:

Wahai jiwa dan nafsuku, saya bersumpah dengan nama Allah swt, kamu harus turun ke medan laga.
Turun dengan suka rela atau harus aku paksa.
Dan masih ada lagi beberapa sahabat dan shahabiyah lainnya.

Beliau saw sendiri mensemangati kaum muslimin dengan melantunkan nasyid, saat beliau bersama kaum muslimin menggali parit pertahanan Madinah dari serbuan pasukan multinasional pada waktu itu.

Tentunya, nasyid yang saya maksudkan ini bukan nasyid-nasyid “cengeng” sebagaimana dikatakan oleh sebagian orang, bukan nasyid-nasyid yang memperbincangkan wanita, pornografi, kemunkaran dan semacamnya, dan tentu pula jangan sampai nasyid-nasyid itu mengandung hal-hal yang menyelisihi syari’at Islam, baik dalam sisi muatannya ataupun dari sisi cara membawakannya.

Banyak sekali nilai-nilai Islam yang mesti kita sosialisasikan, nilai-nilai aqidah (ma’rifatullah, tauhidullah, keagungan Allah swt, iman kepada para malaikat, kepada kitab, kepada rasul, kepada hari akhir dan kepada qadha’ qadar), nilai-nilai ukhuwwah, ibadah, akhlaq, mahasinul Islam (sisi kebaikan Islam) dan lain sebagainya.

Diantara nilai-nilai itu ada yang sudah ada nasyidnya, meskipun juga tidak menutup kemungkinan munculnya nasyid-nasyid baru dengan nilai sama. Dan diantara nilai-nilai itu banyak pula yang belum ada nasyidnya, karenanya, bila saudara dan saudariku se-iman memiliki kemampuan menggubah nasyid, atau nazham, gubahlah -wa Jibriilu ma’aka insya Allah swt- agar nilai-nilai Islam mudah diserap oleh masyarakat kita, terutama dari kalangan anak-anak.

Dan sebagai penutup, simaklah penggalan dari nasyid ini:
Nasyid kami adalah penyemangat kehidupan Masyid kami adalah penerang para da’i
Ia adalah cahaya, harapan, senyuman dan sinar terang Nasyid kami adalah api bagi para thaghut



Tidak ada komentar:

Posting Komentar